• Kesyirikan Dan Bahayanya, Akibat Orang Yang Berbuat Syirik

    Prinsip Dasar Islam




















    Keempat :






    AZAS ISLAM ADALAH TAUHID DAN MENJAUHKAN SYIRIK









    Oleh

    Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas





    C. Syarat-Syarat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ

    Syarat Pertama: اَلْعِلْمُ (Al-‘Ilmu/ Mengetahui)

    Yaitu mengetahui arti dari kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (laa ilaaha illallaah).



    Allah Azza wa Jalla berfirman:



    فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ



    “Maka ketahuilah bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah...” [Muhammad: 19]



    Allah Azza wa Jalla juga berfirman:



    إِلَّا مَن شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ



    “Melainkan mereka yang mengakui kebenaran, sedang mereka orang-orang yang mengetahui.” [Az-Zukh-ruf: 86]



    Yang dimaksud dengan “mengakui kebenaran” adalah kebenaran kalimat laa
    ilaaha illallaah. Sedangkan maksud dari “sedang mereka orang-orang yang
    mengerti” adalah mengerti dengan hati mereka tentang apa yang diucapkan
    dengan lisan.

    Dalam hadits yang shahih dari Shahabat ‘Utsman Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:



    مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ.



    “Barangsiapa yang meninggal dunia dan ia mengetahui bahwa tidak ada ilah
    yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, maka ia masuk Surga.”
    [1]



    Syarat Kedua: اَلْيَقِيْنُ (Al-Yaqiin/Meyakini)

    Yaitu yakin serta benar-benar memahami kalimat laa ilaaha illallaah tanpa ada keraguan dan kebimbangan sedikit pun.



    Allah Azza wa Jalla berfirman:



    إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ
    لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ
    اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ



    “Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang
    beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
    berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya, mereka itulah
    orang-orang yang benar.” [Al-Hujuraat: 15]



    Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:



    ...أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ لاَ
    يَلْقَى اللهَ بِهِمَا عَبْدٌ، غَيْرَ شَاكٍّ فِيْهِمَا، إِلاَّ دَخَلَ
    الْجَنَّةَ.



    “... Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan
    benar selain Allah dan bahwasanya aku (Muhammad j) adalah utusan Allah,
    tidaklah seorang hamba menjumpai Allah (dalam keadaan) tidak ragu-ragu
    terhadap kedua (syahadat)nya itu, melainkan ia masuk Surga.” [2]



    Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:



    ...اذْهَبْ بِنَعْلَيَّ هَاتَيْنِ، فَمَنْ لَقِيْتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا
    الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا
    قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ...



    “... Pergilah dengan sandalku ini, maka siapa saja yang engkau temui di
    belakang kebun ini yang ia bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan)
    yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, dengan hati yang
    meyakininya, maka berikanlah kabar gembira kepadanya dengan masuk
    Surga.” [3]



    Maka, syarat untuk masuk Surga bagi orang yang mengucapkannya adalah
    hatinya harus yakin dengannya (kalimat Tauhid) serta tidak ragu-ragu
    terhadapnya. Apabila syarat tersebut tidak ada maka yang disyaratkan
    (masyrut) juga tidak ada.



    Shahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata:



    اَلْيَقِيْنُ اْلإِيْمَانُ كُلُّهُ وَالصَّبْرُ نِصْفُ اْلإِيْمَانِ.



    “Yakin adalah iman secara keseluruhan, dan sabar adalah sebagian dari iman.” [4]



    Tidak ada keraguan lagi bahwasanya orang yang yakin dengan makna laa
    ilaaha illallaah, seluruh anggota tubuhnya akan patuh beribadah kepada
    Allah Azza wa Jalla yang tiada sekutu bagi-Nya, dan akan mentaati
    Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Shahabat Ibnu
    Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata:



    اَللّهُمَّ زِدْنَا إِيْمَانًا، وَيَقِيْنًا وَفِقْهًا.



    “Ya Allah, tambahkanlah kepada kami keimanan, keyakinan dan kefahaman.” [5]



    Syarat Ketiga: اْلإِخْلاَصُ (Al-Ikhlash/Ikhlas)

    Yaitu memurnikan amal perbuatan dari segala kotoran-kotoran syirik, dan mengikhlaskan segala macam ibadah hanya kepada Allah.



    Allah Azza wa Jalla berfirman:



    فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ



    “... Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan
    kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
    syirik)...” [Az-Zumar: 2-3]



    Allah Azza wa Jalla juga berfirman:



    وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ



    “Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali agar beribadah kepada Allah
    dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya...” [Al-Bayyinah: 5]



    Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:



    أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفاَعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.



    “Orang yang paling berbahagia dengan syafa’atku pada hari Kiamat nanti
    adalah orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah secara ikhlas dari
    hati atau jiwanya.” [6]



    Syarat Keempat: الصِّدْقُ (Ash-Shidq/Jujur)

    Maksudnya mengucapkan kalimat ini dengan jujur disertai pembenaran oleh
    hatinya. Barangsiapa lisannya mengucapkan namun hatinya mendustakan,
    maka ia adalah munafik dan pendusta.



    Allah Azza wa Jalla berfirman:



    وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ
    وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا
    يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ



    “Dan di antara manusia ada yang berkata: ‘Kami beriman kepada Allah dan
    hari Akhir,’ padahal sesungguhnya mereka bukan orang-orang yang beriman.
    Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka
    hanyalah menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.”
    [Al-Baqarah: 8-9]



    Juga firman Allah Azza wa Jalla tentang orang munafik:



    قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ



    “... Mereka berkata, ‘Kami bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah...’” [Munaafiquun: 1]



    Kemudian Allah Azza wa Jalla mendustakan mereka dengan firman-Nya:



    وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ



    “... Dan Allah mengetahui bahwa engkau adalah Rasul-Nya dan Allah
    menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.”
    [Munaafiquun: 1]



    Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:



    مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
    رَسُوْلُ اللهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى
    النَّارِ.



    “Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang
    berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah
    Rasul Allah, dengan jujur dari hatinya, melainkan Allah mengharamkannya
    masuk Neraka.”[7]



    Syarat Kelima: اَلْمَحَبَّةُ (Al-Mahabbah/Cinta)

    Maksudnya mencintai kalimat tauhid ini, mencintai yang terkandung di dalamnya dan segala sesuatu yang ditunjukkan atasnya.



    Allah Azza wa Jalla berfirman:



    وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ



    “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
    tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka
    mencintai Allah, dan orang-orang yang beriman sangat besar cintanya
    kepada Allah....” [Al-Baqarah: 165]



    Allah Azza wa Jalla juga berfirman:



    قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
    وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ



    “Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku,
    niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan
    sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Ali ‘Imran: 31]



    Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:



    ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانِ. مَنْ
    كاَنَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ
    يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ
    يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا
    يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ.



    “Tiga perkara, apabila terdapat pada diri seseorang maka dia akan
    mendapat kelezatan iman: (1) apabila Allah dan Rasul-Nya lebih dia
    cintai daripada selain keduanya, (2) mencintai seseorang semata-mata
    karena Allah, (3) membenci kembali kepada kekufuran setelah Allah
    menyelamatkannya, sebagaimana ia benci di-campakkan ke dalam api.” [8]



    Syarat Keenam: اْلإِنْقِيَادُ (al-Inqiyad/Tunduk dan patuh).

    Seorang muslim harus tunduk dan patuh terhadap apa-apa yang ditunjukkan
    oleh kalimat laa ilaaha illallaah, hanya beribadah kepada Allah
    Subhanahu wa Ta'ala, mengamalkan syari’at-syari’at-Nya, beriman
    dengan-Nya, dan berkeyakinan bahwasanya hal itu adalah haq.



    Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:



    وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ



    “Dan kembalilah kamu kepada Rabb-mu, dan berserah dirilah kepada-Nya
    sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong
    (lagi).” [Az-Zumar: 54]



    Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:



    وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ
    مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَاتَّخَذَ اللَّهُ
    إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا



    “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas
    berserah diri kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia
    mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim
    menjadi kesayangan-Nya.” [An-Nisaa': 125]



    Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:



    وَمَن يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ
    بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ ۗ وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ



    “Dan barangsiapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang
    berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
    (tali) yang kokoh. Hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.”
    [Luqman: 22]



    Syarat Ketujuh: اَلْقَبُوْلُ (al-Qabul/Menerima)

    Yaitu menerima kandungan dan konsekuensi dari kalimat syahadat ini,
    menyembah Allah Azza wa Jalla semata dan meninggalkan ibadah kepada
    selain-Nya. Barangsiapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan
    mentaati, maka ia termasuk dari orang-orang yang difirmankan Allah Azza
    wa Jalla :



    إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ
    يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ
    مَّجْنُونٍ



    “Sesungguhnya dahulu apabila dikatakan kepada mereka, ‘Laa ilaaha
    illallaah (tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain
    Allah)’ mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata, ‘Apakah
    sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami karena
    seorang penyair gila?’” [Ash-Shaaffaat: 35-36]



    Ini seperti halnya penyembah kubur di zaman ini. Mereka mengikrarkan,
    “Laa ilaaha illallaah,” tetapi tidak mau meninggalkan penyembahan mereka
    terhadap kuburan. Dengan demikian berarti mereka belum menerima makna:
    “Laa ilaaha illallaah.” [9]



    D. Rukun لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ

    Kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (laa ilaaha illallaah) memiliki 2 rukun, yaitu;

    1. النَّفْيُ (an-Nafyu/mengingkari), yaitu mengingkari (menafikan) semua yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.

    2. اْلإِثْبَاتُ (al-Itsbat/menetapkan), yaitu menetapkan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla saja.



    Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:



    فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ
    بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ
    عَلِيمٌ



    “... Barangsiapa yang kufur kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka
    sungguh ia telah berpegang kepada buhul (tali) yang sangat kokoh yang
    tidak akan putus, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
    [Al-Baqarah: 256]



    Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:



    وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ
    وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُم
    مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا
    كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ



    “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
    menyerukan), ‘Beribadahlah kepada Allah (saja), dan jauhilah thagut,
    kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada
    pula di antara mereka yang tetap dalam kesesatan. Maka ber-jalanlah kamu
    di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
    mendustakan (Rasul-Rasul).” [An-Nahl: 36]



    E. Kesyirikan dan Bahayanya

    Jika bentuk-bentuk ibadah yang Allah syari’atkan di-palingkan dari Allah
    Azza Wa Jalla atau secara bersamaan ditujukan kepada Allah Azza wa
    Jalla dan juga kepada selain-Nya, maka inilah yang disebut dengan
    kesyirikan.



    Di antara bentuk-bentuk kesyirikan yang masih diyakini oleh sebagian kaum Muslimin antara lain:

    1. Meminta suatu maslahat atau dijauhkan dari mudharat (bahaya) kepada
    kuburan Nabi, habib, wali, kyai dan lainnya, bernadzar dan menyembelih
    hewan untuk mereka.



    2. Mempercayai dan mendatangi dukun, paranormal, tukang sihir, orang
    pintar, tukang ramal dan yang sepertinya dan meminta perlindungan kepada
    jin.



    3. Mempercayai jimat, tongkat, tangkal, susuk kekuatan, pusaka, barang sakti, ramalan bintang, dan lainnya.



    4. Mempercayai dan menggunakan jampi-jampi, pelet, guna-guna dan lain-lain.



    Syirik merupakan kemaksiatan yang paling besar, kezhaliman yang paling
    zhalim dan dosa yang paling besar, yang tidak akan diampuni Allah Azza
    wa Jalla, jika pelaku syirik mati di atas syirik dan tidak bertaubat.



    Orang yang berbuat syirik adalah orang paling sesat, paling zhalim di muka bumi ini.



    Allah Azza wa Jalla berfirman:



    إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ



    “… Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” [Luqman: 13]



    إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
    ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ
    إِثْمًا عَظِيمًا



    “Sungguh Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya
    (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain dari (syirik) itu,
    bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka
    sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa': 48]



    Firman Allah Azza wa Jalla :



    إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
    ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا
    بَعِيدًا



    “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa mem-persekutukan
    (sesuatu) dengan Dia (syirik), dan Dia mengampuni dosa selain dari
    syirik bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang mempersekutukan
    (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat
    sejauh-jauhnya.” [An-Nisaa': 116]



    F. Akibat Orang yang Berbuat Syirik

    Menurut ayat di atas (An-Nisaa': 116) menunjukkan bahwa Allah tidak
    mengampuni orang yang berbuat syirik, jika ia mati dalam kemusyrikannya
    dan tidak taubat.



    Orang yang berbuat syirik tidak mengalami ketenangan dalam hidupnya.

    Orang yang berbuat syirik tidak mendapatkan syafa’at Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.



    Orang yang berbuat syirik diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla untuk masuk Surga. Sebagaimana firman-Nya:



    إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ
    الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ



    “...Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
    sungguh Allah mengharamkan Surga baginya, dan tempatnya ialah Neraka
    dan tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.”
    [Al-Maa-idah: 72]



    Orang yang berbuat syirik akan terhapus pahala amal-amal kebajikan yang pernah dilakukannya.



    Allah Azza wa Jalla berfirman:



    وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ



    “...Seandainya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka ker-jakan.” [Al-An’aam: 88]



    G. Pengertian Syahadat: “Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.” [10]

    Makna dari syahadat: “Muhammad Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam” adalah:

    a. طَاعَتُهُ فِيْمَا أَمَرَ, yaitu mentaati apa-apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam perintahkan.



    Firman Allah Ta’ala:



    وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن
    تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ الْفَوْزُ
    الْعَظِيمُ



    “Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah
    memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
    sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar.”
    [An-Nisaa': 13]



    b. تَصْدِيْقُهُ فِيْمَا أَخْبَرَ , yaitu membenarkan apa-apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sampaikan.



    Allah Ta’ala berfirman:



    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ



    “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya...” [Al-Hadiid: 28]



    c. اجْتِنَابُ مَا نَهَى عَنْهُ وَزَجَرَ , yaitu menjauhkan diri dari apa-apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam larang.



    Allah Ta’ala berfirman:



    وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا



    “ ... Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan
    apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah...” [Al-Hasyr: 7]



    d. أَنْ لاَ يَعْبُدَ اللهَ إِلاَّ بِمَا شَرَعَ, yaitu tidak beribadah
    kepada Allah melainkan dengan cara yang telah disyari’atkan.



    Artinya, kita wajib beribadah kepada Allah menurut apa yang
    disyari’atkan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
    sallam, kita wajib ittiba’ kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.



    Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:



    قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
    وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ



    “Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka
    ikutilah aku, niscaya Allah men-cintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’
    Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Ali ‘Imran: 31]



    [sumber : almanhaj.or.id yang disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah
    yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka
    At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]

    _______

    Footnote

    [1]. HR. Muslim (no. 26) dari Shahabat ‘Utsman Radhiyallahu 'anhu

    [2]. HR. Muslim (no. 27) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

    [3]. HR. Muslim (no. 31) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu

    [4]. HR. Al-Bukhari secara mu’allaq dan pasti. Al-Hafizh Ibnu Hajar
    berkata, “Riwayat ini dimaushulkan (disambungkan) oleh Imam
    ath-Thabrani, dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud, dengan sanad yang
    shahih.” (Fat-hul Baari (I/48)).

    [6]. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fat-hul Baari (I/48) menyatakan bahwa sanadnya shahih.

    [6]. HR. Al-Bukhari (no. 99, 6570) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

    [7]. HR. Al-Bukhari (no. 128) dan Muslim (no. 32) dari hadits Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu.

    [8]. HR. Al-Bukhari (no. 16, 21, 6041) dan Muslim (no. 43 (67)) dari
    Shahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, dan lafazh ini milik Muslim.

    [9]. ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 44).

    [10]. Lihat Syarh al-Ushuul ats-Tsalaatsah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin v (hal. 75).




  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Contact form

Search This Blog

Design by - Blogger Templates | Distributed by Ydidaareldzikr

YAYASAN DAKWAH ISLAM DAAR EL DZIKR

MEMURNIKAN AQIDAH MENEBARKAN SUNNAH Berdasarkan Al-Qur'an, As-Sunnah, dengan pemahaman generasi terbaik para Shahabat ridwanullah 'alaihim jami'an, Ijma.

WhatsApp

Hot Posts

3/footer/recent