• Kedermawanan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

    KEDERMAWANAN NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM







    Oleh

    Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله




    ‘Abdullah bin ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma berkata :



    كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ
    ، وَأَجْوَدُ مَا يَـكُوْنُ فِـيْ رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ ،
    وَكَانَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ يَلْقَاهُ فِـيْ كُـّلِ لَيْلَةٍ
    مِنْ رَمَضَانَ فَـيُـدَارِسُهُ الْـقُـرْآنَ ، فَلَرَسُوْلُ اللّٰـهِ
    صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْـخَيْـرِ مِنَ الِرّيْحِ
    الْـمُرْسَلَةِ



    Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan
    dengan kebaikan, dan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika
    Jibril Alaihissallam bertemu dengannya. Jibril menemuinya setiap malam
    Ramadhân untuk menyimak bacaan al-Qur’annya. Sungguh, Rasûlullâh
    Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan daripada angin yang
    berhembus.”



    TAKHRIJ HADITS



    Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh:

    1. Al-Bukhari (no. 1902, 3220, 3554, 4997)

    2. Muslim (no. 2308)

    3. An-Nasa’i (IV/125)



    KOSAKATA HADITS



    • وَكَانَ أَجْوَدُ النَّاسِ : Manusia yang paling dermawan.

    • اَلْمُدَارَسَةُ : Seseorang membacakan al-Qur’ân kepada temannya, lalu temannya mengulang bacaannya.

    • الرِّيْحُ الْمُرْسَلَة : Angin yang berhembus yang banyak memberikan manfaat.



    SYARH HADITS



    Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling dermawan,
    dan dermawan merupakan sifat yang terpuji. Di bulan Ramadhan,
    kedermawanan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertambah. Karena bulan
    tersebut merupakan musim kebaikan. Dan nikmat yang Allâh berikan kepada
    hamba-Nya di bulan tersebut lebih banyak dibandingkan bulan lainnya.
    Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikuti sunnah
    Allâh pada hamba-Nya dengan berderma melebihi bulan-bulan lainnya.
    Bahkan dijelaskan dalam hadits di atas, kecepatan Nabi Shallallahu
    ‘alaihi wa sallam dalam berbuat dermawan lebih cepat dari angin yang
    berhembus. Diserupakannya kedermawanan Nabi dengan angin yang berhembus
    ialah karena kedermawanan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan
    manfaat yang menyeluruh seperti angin yang berhembus yang memberikan
    manfaat pada apa yang dilewatinya.[1]



    Kedermawanan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berlipat ganda
    di bulan Ramadhan secara khusus mengandung faidah yang banyak
    sebagaimana disebutkan oleh imam Ibnu Rajab rahimahullah, diantaranya[2]
    :



    1. Kemuliaan waktu itu dan dilipat gandakan ganjaran amal di dalamnya.

    2. Membantu orang-orang yang berpuasa, shalat, dan orang-orang yang
    berdzikir dalam melaksanakan ketaatan mereka. Sehingga dengan demikian,
    beliau akan mendapatkan ganjaran seperti ganjaran pelakunya. Dalam
    hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Zaid bin Khalid al-Juhani
    Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :



    مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا



    Siapa yang memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka
    ia akan mendapat ganjaran yang serupa dengan orang yang berpuasa tanpa
    mengurangi sedikit pun ganjaran orang yang berpuasa itu.[3]



    3. Di bulan Ramadhan, Allâh Azza wa Jalla memberikan pemberian
    (karunia) yang banyak kepada para hamba-Nya, baik itu berupa rahmat,
    ampunan, maupun pembebasan dari api neraka. Terlebih lagi pada saat
    lailatul qadar. Dan Allâh Azza wa Jalla menyayangi hamba-hamba-Nya yang
    penyayang sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
    sallam . Maka, siapa yang berderma kepada para hamba-Nya, Allâh pun
    akan berderma kepadanya dengan pemberian dan karunia, dan balasan
    tergantung dari jenis pebuatan hamba.



    4. Memadukan antara puasa dan sedekah merupakan amalan yang dapat
    memasukkan seseorang ke surga, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
    ‘alaihi wa sallam,



    إِنَّ فِيْ الْجَنَّةِ غُرَفًا يُرَى ظَاهِرُهَا مِنْ بَاطِنِهَا ،
    وَبَاطِنُهَا مِنْ ظَاهِرِهَا ، أَعَدَّهَا الله لِمَنْ أَطْعَمَ
    الطَّعَامَ ، وَأَلاَنَ الْكَلاَمَ ، وَتَابَعَ الصِّيَامَ ، وَصَلَّى
    بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ



    Sesungguhnya di surga ada kamar-kamar yang bagian luarnya terlihat
    dari dalam, dan bagian dalamnya terlihat dari luarnya. Allâh siapkan
    kamar-kamar tersebut bagi orang-orang yang memberi makan, melembutkan
    perkataan, selalu berpuasa, dan shalat di tengah malam saat manusia
    tidur[4]



    5. Mengumpulkan antara puasa dan sedekah lebih ampuh dalam menghapus
    dosa, melindungi serta menjauhkan diri dari neraka jahannam, terlebih
    lagi jika kedua perkara itu digabung dengan shalat malam. Dalam hadits
    yang diriwayatkan oleh sahabat Mu’adz Radhiyallahu anhu, dari Nabi
    Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
    bersabda :

    … الصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ ، وَصَلاَةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ …

    “… Sedekah akan menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam …”[5]

    maksudnya, bahwa shalatnya seseorang ditengah malam pun dapat menghapus kesalahan (dosa).



    6. Dalam puasa seseorang pasti ada kekurangannya, dan penambal
    kekurangan puasa tersebut dengan sedekah (zakat) fitrah dan macam-macam
    sedekah lainnya.



    7. Menghibur orang-orang miskin merupakan salah satu wujud seseorang
    mensyukuri nikmat Allâh. Seorang yang berpuasa, apabila ia merasakan
    kelaparan, maka ia tidak akan melupakan saudaranya yang fakir dan
    miskin.



    8. Imam asy-Syâfi’i rahimahullah berkata, “Aku menyukai apabila
    seseorang menambah kedermawanannya di bulan Ramadhan, sebagai bentuk
    peneladanan dia terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan juga
    karena kebutuhan manusia serta kesibukan sebagian mereka dengan puasa
    dan shalat sehingga mata pencaharian mereka terabaikan.



    Sifat dermawan dan pemurah itu tidak terbatas pada pemberian harta,
    akan tetapi bisa bermacam-macam. Diantaranya: memberikan harta,
    memberikan ilmu, memanfaatkan kedudukannya untuk membantu orang dan
    memenuhi kebutuhan mereka dan lain sebagainya. Al-Hâfizh Ibnu Rajab
    rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berderma
    dengan berbagai macam bentuk kedermawanan, seperti: memberikan ilmu,
    harta, mengorbankan jiwanya untuk Allâh Azza wa Jalla dalam mendakwahkan
    agama dan menunjuki hamba-hamba-Nya, serta memberikan manfaat kepada
    manusia dengan berbagai cara, seperti: memberikan makan orang yang
    kelaparan, menasihati orang yang bodoh, menunaikan hajat manusia, dan
    menanggung beban mereka.”[6]



    Sifat dermawan dan pemurah termasuk diantara kemuliaan akhlak yang
    dimiliki oleh orang-orang arab. Ketika Islam datang, maka kedua sifat
    tersebut lebih ditekankan lagi. ‘Urwah bin az-Zubair Radhiyallahu anhu
    berkata, “Ketika Islam datang, masyarakat arab memiliki enam puluh lebih
    akhlak yang mulia. Dan semuanya sangat ditekankan di dalam Islam.
    Diantaranya, menjamu tamu, menepati janji, dan bertetangga yang
    baik.”[7]



    FAWÂ-ID



    1. Sedekah sebagai bukti iman dan penghapus dosa.

    2. Dianjurkan banyak sedekah, terutama di bulan Ramadhan.

    3. Anjuran untuk bersifat dermawan dan larangan dari sifat bakhil (pelit).

    4. Anjuran untuk menambah sifat dermawan tersebut pada bulan Ramadhan dan ketika berkumpul dengan orang-orang shalih.

    5. Anjuran menziarahi (berkunjung) orang-orang shalih dan baik.

    6. Disunnahkan membaca al-Qur’an dengan tadabbur dan mengkhatamkannya pada bulan Ramadhan melebihi dzikir-dzikir yang lain.

    7. Adanya isyarat bahwa permulaan turunnya al-Qur’an adalah di bulan Ramadhan.[8]

    8. Sepatutnya bagi penuntut ilmu dan ulama untuk mempelajari al-Qur’an
    sesama mereka, agar tidak lupa dan hilang dari ingatan mereka.



    MARAJI’

    1. Shahîh al-Bukhâri

    2. Shahîh Muslim

    3. Sunan an-Nasâ’i

    4. Sunan at-Tirmidzi

    5. Sunan al-Baihaqi

    6. Fathul Bâri syarh Shahîhil Bukhâri

    7. Lathâ’iful Ma’ârif

    8. Nuzhatul Muttaqîn Syarh Riyâdhis Shâlihîn

    9. Bahjatun Nâzhirîn syarh Riyâdhis Shâlihîn

    10. Anwârul Bayân fii Ahkâmis Shiyâm



    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03-04/Tahun XVII/1434H/2013.]

    _______

    Footnote

    [1]. Fathul Bâri (I/68-69 -cet. Daar Thaybah) dengan ringkas.

    [2]. Lathâ’iful Ma’ârif (hlm. 310-315).

    [3]. Shahih: HR. at-Tirmidzi (no. 807).

    [4]. Hasan: HR. al-Baihaqi (IV/301).

    [5]. Shahih: HR. at-Tirmidzi (no. 2616).

    [6]. Lathâ’iful Ma’ârif (hlm. 306).

    [7]. Al-Jûd was Sakhâ’ (hlm. 280, no. 59), dinukil dari Anwârul Bayân fii Ahkâmis Shiyâm (hlm. 93).

    [8]. Fathul Bâri (I/69) cet. Daar Thaybah.



    ( disalin dari almanhaj.or.id )




  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Contact form

Search This Blog

Design by - Blogger Templates | Distributed by Ydidaareldzikr

YAYASAN DAKWAH ISLAM DAAR EL DZIKR

MEMURNIKAN AQIDAH MENEBARKAN SUNNAH Berdasarkan Al-Qur'an, As-Sunnah, dengan pemahaman generasi terbaik para Shahabat ridwanullah 'alaihim jami'an, Ijma.

WhatsApp

Hot Posts

3/footer/recent