• PRINSIP BERUSAHA DALAM ISLAM

    Oleh  Al Ustadz Zaenal Abidin Syamsuddin .Lc
















                Kehidupan adalah sebuah
    realita menghadapi perhelatan dan permainan yang sangat serius, kita
    sering takut menghadapi realita hidup yang serba sulit karena kurangnya
    tawakkal atau sifat pengecut yang bertengger pada diri kita atau
    kurangnya mengolah kelemahan menjadi sebuah kekuatan, maka tidak banyak
    yang  akan dicapai, kecuali keluhan berkepanjangan yang memboroskan
    usia. Dan itu mungkin sedang dialami orang yang merasa tidak berguna
    atau tidak berdaya menghadapi persaingan hidup di tempat dia bekerja.
    Apalagi, bila kemudian dia sadar bahwa untuk menghasilkan kontribusi
    yang baik, seorang Muslim tidak bisa lepas dari keharusan untuk bekerja
    keras dan menanggung resiko




















            Perlu diketahui bahwa
    kualitas seseorang sangat tergantung pada keberhasilannya, daya tariknya
    untuk memberi manfaat orang lain, hasil pekerjaannya, dan martabatnya
    di hadapan Allah dan hamba-Nya, maka seorang muslim ketika berusaha
    hendaknya menjaga beberapa prinsip di bawah ini:


           Keberkahan Harta Ditangan Orang Shalih


           Manfaat harta yang bersih dan
    halal di tangan orang salih sangat banyak, ibarat pohon kurma yang tidak
    menyisakan bagian sedikitpun melainkan seluruhnya bermanfaat untuk
    manusia sehingga tidak ada alasan bagi seorang muslim yang ingin meraih
    hidup bahagia di dunia dan akherat untuk bermalas-malas dan berpangku
    tangan sebab Islam sangat membenci kebiasaan meminta-minta dan hidup
    menjadi beban orang lain.


           Dengan hidup berkecukupan
    menuntut ilmu menjadi mudah, beribadah menjadi lancar, bersosialisasi
    menjadi gampang, bergaul semakin indah, berdakwah semakin sukses,
    berumah tangga semakin stabil dan beramal shalih semakin tangguh. Oleh
    karena itu, harta di tangan seorang mukmin tidak akan berubah menjadi
    sarana perusak kehidupan dan tatanan sosial serta penghancur kebahagian
    keluarga dan pilar-pilar rumah tangga, sebaliknya harta ditangan seorang
    muslim bisa berfungsi sebagai sarana penyeimbang dalam beribadah, dan
    perekat hubungan dengan makhluk.


     Rasulullah bersabda: Nikmat harta yang baik adalah yang dimiliki laki-laki yang salih.[1]


                Bahkan harta tersebut akan
    menjadi sebuah energi yang memancarkan masa depan cerah, dan sebuah
    kekuatan yang mengandung berbagai macam keutamaan dan kemuliaan dunia
    dan akherat, serta penggerak roda dakwah dan jihad di jalan Allah.


                Allah berfirman: Orang-orang
    yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi
    dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak
    ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
    (QS. 2:274)


                Nabi juga memberi pujian
    kepada seorang muslim yang dermawan dan membelanjakan hartanya di jalan
    kebaikan. Dari  Abdullah bin Umar Nabi bersabda:


    Tangan yang di atas lebih baik
    daripada tangan yang di bawah dan tangan yang di atas suka memberi dan
    tangan yang di bawah suka meminta
    . [2]


                Dengan harta yang halal dan
    bersih para generasi salaf berlomba dan berpacu untuk mengejar pahala
    dan meraih surga seperti yang terjadi pada kehidupan Umar yang bersaing
    secara sehat dalam berinfak di jalan Allah dengan Abu Bakar.


                Dari Umar bin Khaththab
    berkata: Pernah suatu hari Rasulullah memerintahkan kepada kami agar
    bersedekah dan ketika itu saya sedang memiliki harta yang sangat banyak:
    maka saya berkata: Hari ini aku akan mampu mengungguli Abu Bakar lalu
    aku membawa separoh hartaku untuk disedekahkan. Maka Rasulullah
    bersabda: Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu? Saya berkata: Aku
    tinggalkan untuk keluargaku semisalnya. Lalu Abu Bakar datang membawa
    semua kekayaannya maka beliau bersabda: Wahai Abu Bakar Apa yang kamu
    tinggalkan untuk keluargamu, ia menjawab: Saya tinggalkan untuk mereka,
    Allah dan Rasul-Nya. Maka aku berkata: Saya tidak akan bisa
    mengunggulimu selamanya.[3]


            Islam Mencela Pemalas dan Peminta-minta


            Islam sangat mencela pemalas dan
    membatasi ruang gerak peminta-minta serta mengunci rapat semua bentuk
    ketergantungan hidup dengan orang lain, namun Al Qur’an sangat memuji
    orang yang bersabar dan menahan diri dengan tidak meminta uluran tangan
    orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup karena tindakan tersebut akan
    menimbulkan berbagai macam keburukan dan kemunduran dalam kehidupan.


            Allah berfirman: (Berinfaklah)
    kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah;
    mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka
    mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal
    mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang
    secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di
    jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
    . (QS. 2:273)


           Imam  Ibnul Jauzi berkata:
    Tidaklah ada seseorang yang malas bekerja melainkan berada dalam dua
    keburukan; pertama; menelantarkan keluarga dan meninggalkan kewajiban
    dengan berkedok tawakkal sehingga hidupnya menjadi batu sandungan orang
    lain dan keluarganya berada dalam kesusahan, kedua; demikian itu suatu
    kehinaan yang tidak menimpa kecuali pada orang yang hina dan
    gelandangan, sebab orang yang bermartabat tidak akan rela kehilangan
    harga diri hanya karena kemalasan dengan dalih tawakkal yang sarat
    dengan hiasan kebodohan, sebab boleh jadi seseorang tidak memiliki harta
    tetapi masih tetap punya peluang dan kesempatan untuk berusaha.[4]


          Bahkan Rusulallah memberi jaminan
    surga bagi orang yang mampu memelihara diri untuk tidak  meminta-minta.
    Dari Tsauban berkata bahwasannya Rasulullah bersabda:


    Barangsiapa yang bisa menjaminku
    untuk tidak meminta-minta suatu kebutuhan apapun kepada seseorang maka
    aku akan menjamin dengan surga. Aku berkata: Saya. Dia selama hidupnya
    tidak pernah meminta-minta kepada seseorang suatu kebutuhan apapun
    . [5]


           Seorang muslim harus berusaha
    hidup berkecukupan, memerangi kemalasan, bersemangat dalam mencari
    nafkah, berdedikasi dalam menutupi kebutuhan, dan rajin bekerja demi
    memelihara masa depan anak agar mampu hidup mandiri dan tidak menjadi
    beban orang lain, sebab pemalas yang menjadi beban orang dan pengemis
    yang menjual harga diri merupakan manusia paling tercela dan sangat
    dibenci Islam seperti yang telah ditegaskan dalam sebuah hadits dari
    Abdullah Ibnu Umar bahwasannya Nabi bersabda:


    Tidaklah sikap meminta-minta terdapat
    pada diri seseorang di antara kalian kecuali ia bertemu dengan Allah 
    sementara di wajahnya tidak ada secuil dagingpun
    . [6]






    [1] . H.R Ahmad dalam Musnadnya dengan sanad yang hasan, juz, 4 hadits no: 197 dan 202.


    [2] . H.R. Bukhari (1429), Muslim, (1033), Abu Daud (4947), Ahmad dalam Musnadnya dan Nasa’I dan Ihnu Hibban.


    [3] Riwayat Tirmidzi3675, hakim di mustarakah1/414 dia berkata shahih.


    [4] . Talbisul Iblis, Ibnul Jauzi, Hal: 303.


    [5] . H.R Abu Daud. Imam Nawawi berkata bahwa hadits ini diriwayatkan dengan sanad yang sahih.

    [6] . H.R Bukhari,  Muslim dan Nasa’i dalam sunannya.



    sumber  : http://zainalabidinsyamsuddin.com/























  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Contact form

Search This Blog

Design by - Blogger Templates | Distributed by Ydidaareldzikr

YAYASAN DAKWAH ISLAM DAAR EL DZIKR

MEMURNIKAN AQIDAH MENEBARKAN SUNNAH Berdasarkan Al-Qur'an, As-Sunnah, dengan pemahaman generasi terbaik para Shahabat ridwanullah 'alaihim jami'an, Ijma.

WhatsApp

Hot Posts

3/footer/recent