BUAH HATI..ANTARA PERHIASAN DAN UJIAN KEIMANAN
Oleh
Al Maghribi bin As Sayyid Mahmud Al Maghrib
ANAK SEBAGAI PERHIASAN DUNIA
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta'ala, shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurah kepada manusia pilihan Muhammad Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, sahabat keluarga dan para pengikutnya
dengan baik hingga hari akhir.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan segala sesuatu yang ada di
permukaan bumi sebagai perhiasan bagi kehidupan dunia, termasuk di
dalamnya adalah harta dan anak-anak. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ
وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ
الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ
Dijadikan indah pada pandangan (manusia) kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah lah tempat kembali
yang baik (surga). [Ali Imran:14].
Anak merupakan karunia dan hibah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai
penyejuk pandangan mata, kebanggaan orang tua dan sekaligus perhiasan
dunia, serta belahan jiwa yang berjalan di muka bumi. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman.
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi shalah adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik menjadi harapan. [Al Kahfi:46].
Dan diantara bentuk perhiasan dunia adalah bangga dengan banyaknya anak, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبُُ وَلَهْوُُ وَزِينَةٌ
وَتَفَاخُرُُ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرُُ فِي اْلأَمْوَالِ وَاْلأَوْلاَدِ
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan
suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah diantara kamu serta
berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak. [Al Hadid:20].
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
تَزَوَّجُوْا الْوَلُوْدَ الْوَدُوْدَ فَإنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ
Nikahilah wanita yang banyak anak (subur) dan penyayang. Karena aku bangga dengan jumlah kalian yang banyak. [HR Nasa’i].
النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِيْ, وَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِيْ فَلَيْسَ
مِنِّيْ تَزَوَّجُوْا الْوَلُوْدَ الْوَدُوْدَ فَإنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Nikah adalah sunnahku dan barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku
maka bukan termasuk golonganku. Nikahilah wanita yang banyak anak
(subur) dan penuh kasih sayang. Karena aku bangga dengan jumlah kalian
yang banyak pada hari kiamat. [HR. Nasa’i]
Seorang yang bijak, jika sudah mengetahui bahwa anak merupakan
perhiasan, tentunya ia akan menjaga perhiasan tersebut sebaik-baiknya.
Yakni dengan membekali mereka dengan pendidikan yang baik. Hingga mereka
betul-betul menjadi penyejuk pandangan mata, memiliki keluhuran budi
pekerti, akhlak mulia dan sikap ksatria.
Hal ini adalah perkara yang wajib atas setiap orang tua. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. [At Tahrim:6].
Cukuplah sebagai tanda jasa dan pujian bagi pendidik, bahwa seorang
hamba akan meraih balasan pahala yang besar setelah wafatnya dan masa
umurnya habis serta habis masa hidupnya.
Dari Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
إِذَا مَاتَ اْلإنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ صَدَقَةٌ
جَارِيَةٌ أوْ عِلْمٌ يَنْتَفِعُ بِهِ أوْ وَلَدٌ صَالحٌِ يَدْعُوْ لَهُ.
Jika manusia meninggal, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga
perkara; shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang
mendo’akannya. [1]
Jadi, seorang pendidik akan meraih derajat yang tinggi, pahala berlipat
ganda dan meninggalkan pusaka yang mulia di dunia bagi anak cucunya.
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
إنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي اْلجَنَّةِ, فَيَقُوْلُ: أَنَّي لِي هَذَا؟ فَيُقَالُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ.
Sesungguhnya seseorang akan diangkat derajatnya di surga, maka ia
berkata,”Dari manakah balasan ini?” Dikatakan,” Dari sebab istighfar
anakmu kepadamu”.[2]
Begitu pula dia akan dikumpulkan di surga bersama para kekasih dan
kerabatnya sebagai karunia dan balasan yang baik dari Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ
أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآأَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن
شَىْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka
dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami
tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia
terikat dengan apa yang dikerjakannya. [Ath Thur:21].
ANAK SEBAGAI FITNAH DUNIA
Anak, selain sebagai perhiasan dan penyejuk mata, juga bisa menjadi
fitnah (ujian dan cobaan) bagi orang tuanya. Ia merupakan amanah yang
akan menguji setiap orang tua. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلاَدِكُمْ
عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتُصْفِحُوا
وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللهَ غَفُورُُ رَّحِيمٌ {14} إِنَّمَآ أَمْوَالُكُمْ
وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةُُ وَاللهُ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمُُ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara isteri-isterimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. [At Taghabun:14,15].
Firman Allah di atas dengan sangat tegas menandaskan, anak bisa menjadi
fitnah dunia bagi kita. Ibarat permata zamrud yang wajib kita pelihara.
Maka berhati-hatilah, janganlah kita terlena dan tertipu sehingga kita
melanggar perintah Allah Azza wa Jalla dan menodai laranganNya. Jangan
sampai anak kita menjadi penyebab turunnya murka dan bencana Allah Azza
wa Jalla pada diri kita. Allah Azza wa Jalla befirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ
وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ , وَاعْلَمُوا أَنَّمَآ
أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةُُ وَأَنَّ اللهَ عِندَهُ أَجْرُُ
عَظِيمُُ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan
RasulNya, dan juga janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu padahal kamu mengetahui. Dan Ketahuilah, bahwa
hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di
sisi Allah-lah pahala yang besar. [Al Anfal:27, 28].
Berkenaan dengan firman Allah Azza wa Jalla di atas, Syaikh Abdurrahman
bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata,”Allah Ta’ala memerintahkan
para hambaNya yang beriman, agar mereka menunaikan amanah yang
diembankan kepada mereka, baik berupa perintah-perintahNya maupun
larangan-laranganNya. Sesungguhnya amanah adalah hal yang pernah Allah
tawarkan kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu, dan mereka khawatir akan mengkhianatinya.
Kemudian dipikullah amanat tersebut oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zhalim dan amat bodoh. Maka barangsiapa yang menunaikan amanah
tersebut, ia berhak meraih pahala dan ganjaran dari Allah. Adapun orang
yang menyia-nyiakan amanah tersebut, ia berhak mendapat siksa yang
pedih, dan ia menjadi orang yang berkhianat terhadap Allah dan RasulNya
serta amanahNya. Dia telah menurunkan derajat dirinya sendiri dengan
sifat tercela, yakni khianat. Dan telah telah melenyapkan dari dirinya
kesempurnaan sifat, yaitu sifat amanah.” [3]
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
يَآأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَيَجْزِي
وَالِدٌ عَن وَلَدِهِ وَلاَمَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَن وَالِدِهِ شَيْئًا
إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
وَلاَيَغُرَّنَّكُم بِاللهِ الْغَرُورُ
Hai manusia, bertawaqalah kepada Rabb-mu, dan takutilah suatu hari yang
(pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang
anak tidak dapat menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah
adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan
kamu, dan jangan (pula) penipu (syaithan) memperdayakan kamu dalam
(mentaati) Allah. [Luqman:33].
Dalam realita, mungkin kerap kita saksikan, para orang tua bekerja
membanting tulang tak kenal lelah demi sang anak. Mencurahkan segenap
upayanya, semata demi kebahagiaan anak. Dari sini dapat kita fahami,
betapa anak mampu menggelincirkan orang tua dari jalan kebenaran,
melalaikan mereka dari akhirat, jika mereka tidak mendasari segala upaya
tersebut untuk meraih ridha Allah.
Sebagian orang mungkin berasumsi, orang tua yang beruntung adalah yang
berhasil menyekolahkan anaknya sampai meraih gelar doktor, insinyur dan
seabrek titel dan gelar lainnya. Mungkin asumsi ini benar, jika ditilik
dari satu sisi saja. Namun ada satu hal penting yang harus diperhatikan
oleh orang tua, bahwa keberhasilan mendidik anak serta kebahagiaan hidup
tidak hanya terletak pada gelar sarjana dan segala fasilitas dunia
lainnya. Anak juga membutuhkan pendidikan rohani dan bimbingan religi,
agar mereka kelak tumbuh menjadi pribadi yang seimbang, mengerti
tugasnya sebagai hamba Allah Azza wa Jalla, juga memahami kedudukannya
sebagai anak dan fungsinya sebagai bagian dari umat. Alangkah baiknya
jika kita memiliki anak bergelar doktor sekaligus muwahhid. Betapa
bahagianya orang tua yang memiliki anak bergelar arsitek yang mu’min dan
shalih. Sehingga ilmu mereka bisa bermanfaat untuk kemashlahatan umat.
Oleh karena itu, setiap orang tua wajib mengetahui perkara-perkara yang
telah Allah wajibkan kepada mereka berkaitan dengan anak-anak. Sehingga
dapat menjaga amanah yang berharga ini.
Diantara yang bisa menebus dosa akibat fitnah yang ditimbulkan dari anak
adalah puasa, shalat dan amar ma’ruf nahi munkar. Hal itu berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim serta Tirmidzi
dari Hudzaifah dalam hadits yang panjang, beliau berkata,”Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أهْلِهِ وَمَالِهِ وَ وَلَدِهِ وَنَفْسِهِ
وِجَارِهِ يُكَفَّرُهَا: الصِّيَامُ وَالصَّلاَةُ وَالصَّدَقَةُ وَاْلأمْرُ
بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ.
Fitnah seseorang dari keluarganya, hartanya, anaknya, dirinya dan
tetangganya ditebus dengan puasa, shalat, sedekah, dan amar ma’ruf nahi
munkar. [Muttafaqun’alaih]
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan karunia anak yang shalih,
yang membantu dalam ketaatan dan menjadi pengingat dari kelalaian, serta
memberi nasihat ketika lupa dan luput dari ajaran Islam. Wallahu
waliyyut taufiq.
(Diadaptasi dari kitab Kaifa Turabbi Waladan Salihan, karya Al Akh Al
Maghribi bin As Sayyid Mahmud Al Maghrib, dengan beberapa tambahan oleh
Ummu Rasyidah).
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VIII/1425H/2004M
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.
8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296] almanhaj.or.id
_______
Footnote
[1]. Shahih Bukhari, 7/247, 6514 dan Shahih Muslim, 3/1016, 1631.
[2]. Shahih Sunan Ibnu Majah, 2/294, 2954, dan dikeluarkan Ahmad di dalam Musnad, 2/509.
[3]. Taisir Karimir Rahman, 1/793
Tidak ada komentar:
Posting Komentar