Kesehatan adalah mahkota di atas kepala
orang-orang yang sehat, hanya orang sakit saja yang dapat melihat
mahkota tersebut. Sering kita merasakan betapa besarnya nikmat sehat di
kala sakit.
Seorang muslim saat sakit, ia sabar
mengharapkan rahmat Allah berupa penghapusan dosa, bertambahnya pahala
dan ketinggian derajat di sisiNya. Ia berdoa kepada Allah memohon
kesembuhan. Ia berikhtiar berobat dengan jalan yang diperbolehkan
syariat. Ia berobat dengan doa, sedekah, ruqiyah, minum air zam-zam dan
berobat ke dokter.
Ia tidak berobat ke dukun. Ia tidak
berobat ke paranormal atau “orang pintar”. Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam bersabda yang artinya, “Barangsiapa yang mendatangi tukang
ramal atau dukun lalu ia membenarkannya dengan apa yang ia katakan maka
ia telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad” (Hadits Shahih riwayat Ahmad dan Hakim).
Sesungguhnya ada penyakit yang lebih
berbahaya dari penyakit fisik. Yaitu penyakit hati berupa kesyirikan,
beribadah tanpa mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam, sombong, iri dengki, tamak terhadap harta, riya dan maksiat
lainnya yang sering tidak disadari apalagi diobati.
Penyakit-penyakit hati bahayanya tidak
saja membinasakan penderitanya di dunia tapi juga di akhirat akan
mendapatkan siksa yang pedih. Semoga Allah mengaruniakan kepada kita “Qalbun Salim”.
Kewajiban setiap muslim untuk mengobati penyakit hati. Mengobatinya
dengan berdoa, membaca, memahami dan mengamalkan Al Quran, mengikuti
tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, berdakwah, amar makruf
nahi mungkar dan saling menasehati dengan penuh kasih sayang.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah (Wafat 751 H) berkata dalam kitab “Ar Ruuh“,
“Nasehat, merupakan perbuatan baik
kepada orang yang Anda nasehati dalam bentuk kasih sayang, rasa kasihan,
cinta dan cemburu. Nasehat itu semata-mata perbuatan baik didasari
kasih sayang, kelembutan dan dimaksudkan hanya mencari ridha Allah.
Nasehat merupakan kebaikan kepada makhlukNya. Ia bersikap lemah-lembut
semaksimal mungkin dalam menjalankan nasehat tersebut dan sabar dalam
menerima gangguan atau celaan dari orang-orang yang dinasehatinya. Ia
bersikap seperti seorang dokter yang ahli. Ia penuh rasa kasih sayang
kepada pasiennya yang menderita sakit komplikasi dan dalam keadaan
setengah sadar. Ia sabar menghadapi kekurangajaran pasiennya dan
tindak-tanduknya yang tidak tahu aturan. Dokter tersebut tetap bersikap
lemah-lembut dan merayunya dengan berbagai cara dalam usahanya untuk
meminumkan obat kepadanya. Begitulah sikap seorang pemberi nasehat”.
Jadilah dokter hati, bukan hakim! Kalau
kita hobi memvonis orang lain maka kita tidak sedang mengobati. Malah
mungkin memperparah penyakit, membinasakan diri dan orang lain. Bukan
berarti kita tidak boleh memvonis. Memvonis kadang diperlukan dengan
syarat ikhlas, dengan data yang akurat, tidak kadaluwarsa dan
memperhatikan maslahat atau madharat. Setiap ucapan dan tulisan kita
akan dipertanggungjawabkan kelak di hari akhirat.
Keterbatasan kita banyak sekali. kurang
ilmu, lemah iman, sedikit ibadah dan rapuh akhlak. Kita harus
memperbaiki diri dan mendidik keluarga. Kita akan ditanya di akhirat
kelak atas amanat ini.
Saudara-saudara kita yang mukhlis
dan sedang membangun kejayaan Islam, jika mereka salah apakah kita
cukup memvonis saja? Pernahkah kita berdoa di tempat dan waktu yang
mustajab untuk perbaikan diri kita dan mereka? Sejauh mana upaya kita
untuk menyelamatkan diri kita dan mereka dari belitan iblis dan
kungkungan hawa nafsu yang membutakan?
Apakah cara kita sudah tepat dan bijak
dalam amar ma’ruf nahi mungkar? Kita berusaha seoptimal mungkin
menjadikan orang lain menyadari dan memperbaiki kesalahannya bukan malah
lari dari kebenaran dan antipati terhadap pendukung kebenaran. Semoga
Allah memberikan taufik dan memberkahi waktu, ilmu dan dakwah kita.
Semoga Allah meluruskan niat kita,
menjaga lisan kita dan memudahkan kita untuk banyak beramal shalih
sebagai bekal kita pulang ke kampung akhirat.
Jadilah dokter hati guna memperbaiki diri, keluarga dan masyarakat!
Mahasuci Engkau ya Allah dan dengan
memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang patut disembah kecuali
Engkau, aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.
(Dari buku “MEREKA MENANTI KITA” Oleh: Fariq Gasim Anuz, Penerbit: Daun Publishing, cet ke 3 Januari 2015)
sumber : http://www.fariqanuz.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar