Puasa, seperti dikatakan Ibnul Qayyim, memberikan pengaruh
mengagumkan dalam memelihara anggota badan dan kekuatan batin, serta
mengatur metabolisme, sehingga tubuh mendapatkan keseimbangan. Dia
membersihkan zat-zat yang dapat mempengaruhi kesehatan. Puasa juga akan
menjaga kesehatan hati dan anggota tubuh, setelah dikuasai oleh
jerat-jerat syahwat. Ia sangat berperan dalam membantu mendatangkan
ketakwaan.
Keagungan bulan Ramadhan, membuat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengingatkan para sahabat tentang kedatangannya. Anas bin Malik
berkata: Bulan Ramadhan telah tiba. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ
مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلاَ
يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلاَّ مَحْرُومٌ
Sesungguhnya bulan ini (Ramadhan) telah datang kepada kalian.
Padanya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa
saja yang terhalangi darinya, sungguh ia telah terhalangi dari semua
kebaikan. Dan tidak ada yang terhalangi (darinya), kecuali mahrum (yang memang terhalangi dari kebaikan).( HR Ibnu Majah. Syaikh al Albani menilainya shahih. Lihat Shahihut Targhib wat Tarhib, Maktabah al Ma’arif, Riyadh, Cet. I, Th. 1421H, 1/586 )
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. ( HR al Bukhari, Muslim, Abu Daw`ud, dan Ibnu Majah. )
Menurut al Khaththabi, maksud hadits ini adalah, berpuasa dengan
membenarkan kewajibannya dan mengharapkan pahalanya, dengan hati yang
rela, tidak membencinya, tidak menganggapnya berat, atau merasa
hari-harinya terlalu panjang. Namun, memanfaatkan sepanjang hari-harinya
karena besarnya pahala.
Saat berada di bulan Ramadhan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
terlihat sangat memperbanyak ibadah-ibadahnya. Pada bulan ini, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat sangat dermawan, memperbanyak
sedekah dan membaca al Qur`an. Malaikat Jibril melakukan mudarasah al Qur`an bersama beliau.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berbuka puasa
dengan kurma. Bila tidak dijumpai, maka berbuka puasa dengan air. Ini
merupakan kesempurnaan kasih-sayang beliau kepada umatnya. ‘Sesungguhnya
pemberian makanan manis saat lambung dalam keadaan kosong akan lebih
mudah diserap, dan tubuh akan menerima langsung manfaatnya, terutama
kekuatan pandangan, akan bertambah kuat karenanya. Tentang air,
sesungguhnya hati menjadi lebih kering disebabkan puasa. Jika
dilembabkan dengan air, maka manfaatnya bagi makanan yang hendak diserap
menjadi lebih sempurna. Oleh karena itu, orang yang kehausan lagi
kelaparan, hendaknya meminum air terlebih dahulu sebelum makan’.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan mempercepat berbuka
puasa, tanpa menunda-nundanya. Kata Anas, aku tidak pernah melihat
Rasulullah shalat Maghrib kecuali setelah berbuka puasa, meski dengan
satu tegukan air saja.
Saat melakukan perjalanan, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah berpuasa dan pernah juga tidak berpuasa. Beliau memberikan
keleluasaan kepada para sahabat untuk memilihnya, sesuai kemampuan.
Ketika berpuasa, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap berkumur dan
menghirup air (istinsyaq), akan tetapi perlu diingat, beliau melarang orang yang berpuasa melakukan istinsyaq secara berlebihan.
Pada bulan Ramadhan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah
mencium sebagian istrinya. Tentang hal ini, Imam Muslim dalam Shahih-nya
(1106) menuliskan sebuah bab berjudul “penjelasan bahwa ciuman saat
puasa tidak haram bagi orang yang bisa menjaga syahwatnya”. Sedangkan at
Tirmidzi berkata: “Sebagian ulama berpendapat, orang yang berpuasa,
bila mampu mengendalikan diri, ia boleh mencium. Kalau tidak, hukumnya
tidak boleh. Agar puasanya selamat. Ini adalah pendapat Sufyan, asy
Syafi’i, Ahmad dan Ishaq”.
Agar puasa seorang hamba bernilai, hendaklah kita menjaganya, jangan
sampai menodai kesucian dan kesempurnaan puasa dengan
perbuatan-perbuatan dosa. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
" Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh pada puasanya. "
(Diadaptasi dari Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, tahqiq Syu’aib dan Abdul Qadir al Arnauth, Muassasah ar Risalah, Cet. III, Th. 1421H (2/27-58)).
[sumber : almanhaj.or.id yang disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun X/1427/2006M.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar