BERPUASA DARI YANG DIHARAMKAN ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
Oleh
Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Hafizhahullah Diantara hal yang harus selalu diperhatikan dan dijaga oleh orang
sedang melakukan ibadah puasa adalah usaha mereka menjaga puasa dari
segala hal yang bisa menghilangkan atau mengurangi pahala puasa mereka.
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahîhnya yang
menceritakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
بِصِيَامٍ، وَصَلَاةٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ
هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا،وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى
هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ
حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ مِنَ الْخَطَايَا أُخِذَ
مِنْ خَطَايَاهُمْ، فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّار
Sesungguhnya orang yang merugi (bangkrut) diantara ummat adalah orang
yang datang pada hari kiamat dengan pahala shalat, puasa, zakat,
sementara dia juga dahulu (waktu di dunia) pernah mencela ini, menuduh
ini berzina, memakan harta ini dan itu (dengan cara yang tidak
halal-red), membunuh orang ini dan itu, dan memukul ini dan itu. Maka
(pada hari kiamat), yang ini (yaitu orang yang dizhaliminya itu-red)
akan diberi kebaikan yang diambilkan dari kebaikan-kebaikannya, yang itu
juga akan diberi kebaikan yang diambilkan dari kebaikan-kebaikannya.
Jika pahala kebaikan yang dimilikinya telah habis, sementara
dosa-dosanya pada orang-orang yang dizhaliminya belum terbayar semuanya,
maka dosa-dosa orang-orang yang dizhaliminya itu akan dibebankan
kepadanya, kemudian dia dilemparkan kedalam api neraka.[HR. Imam Muslim, no. 2581 ]
Meski hamba ini telah melakukan ibadah shalat, puasa, zakat, akan
tetapi dia kehilangan pahala amalan-amalan tersebut disebabkan oleh
keburukan yang dilakukan oleh anggota badannya berupa perbuatan zhalim
dan melampaui batas, dan juga disebabkan oleh keburukan yang dilakukan
oleh lisannya yang selalu mencela dan berdusta. Akhirnya dia menjadi
orang yang merugi (bangkrut).
Oleh karena itu, diantara faidah yang bisa dipetik oleh seorang
Muslim dari ibadah puasa yang dilakukannya pada bulan Ramadhan adalah
hendaknya dia menyadari dan mengetahui bahwa kewajiban berpuasa (menahan
diri) dari makan, minum beserta semua yang membatalkan puasa, waktunya
di bulan Ramadhan, dimulai sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari.
Adapun (kewajiban) berpuasa ( yaitu menahan diri) dari semua yang
diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla , waktunya adalah sepanjang tahun,
bahkan selama hidupnya. Jadi, pada bulan Ramadhan, seorang Muslim wajib
berpuasa (yaitu menahan diri) dari apa-apa yang dihalalkan oleh Allâh
Azza wa Jalla pada bulan-bulan lain selain Ramadhan dan juga menahan
diri dari yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla . Dan seorang Muslim
wajib berpuasa dari yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla selama
hidupnya. Karena shaum (puasa) secara bahasa berarti menahan diri. Jadi
menahan dan menjaga mata, lisan, telinga, tangan, kaki, farji dan
anggota tubuh lainnya dari segala yang diharamkan termasuk shaum (puasa)
menurut bahasa. Yang ini merupakan kewajiban setiap manusia selama
hidupnya.
Allâh Azza wa Jalla ketika menganugerahkan kepada para hamba-Nya
berbagai nikmat berupa mata, lisan, telinga, tangan, kaki, kemaluan, dan
yang lainnya, Allâh Azza wa Jalla mewajibkan kepada mereka agar
menggunakannya pada hal-hal yang Allâh Azza wa Jalla ridhai; Dan Allâh
Azza wa Jalla mengharamkan mereka untuk menggunakannya pada hal-hal yang
dimurkai-Nya. Dan diantara bentuk realisasi rasa syukur kepada Allâh
Azza wa Jalla atas segala nikmat yang diberikan-Nya adalah memanfaatkan
nikmat-nikmat tersebut pada hal-hal yang Allâh perintahkan, dan tidak
menggunakannya pada hal-hal yang Allâh Azza wa Jalla haramkan.
Mata –misalnya- disyariatkan penggunaannya untuk melihat dan
memperhatikan hal-hal yang dihalalkan oleh Allâh Azza wa Jalla , dan
dilarang untuk melihat yang diharamkan, seperti melihat wanita yang
bukan mahramnya, menonton tayangan-tayangan tv berupa drama yang jorok,
film porno, atau tayangan-tayangan amoral lainnya. Jadi menjaga mata
dari hal-hal seperti ini termasuk puasa bagi mata, dan kewajiban ini
terus berlangsung selama hidup.
Kemudian telinga disyariatkan penggunaannya untuk mendengarkan
hal-hal yang Allâh perintahkan dan bolehkan, serta diharamkan untuk
mendengar hal-hal yang tidak boleh didengar seperti nyanyian, perkataan
dusta, ghibah (gosip), namîmah (adu domba), dan hal-hal lain yang telah
Allâh haramkan. Menjaga telinga dari hal-hal tersebut di atas merupakan
puasa baginya, dan hukum wajibnya berlangsung sepanjang usia. Begitu
pula tangan dan kemaluan disyariatkan penggunaannya pada hal-hal yang
telah Allâh halalkan, dan diharamkan menggunakannya pada hal-hal yang
haram. Ini merupakan puasa bagi tangan dan kemaluan, dan hukum wajibnya
terus berlangsung selama hayat masih dikandung badan.
Allâh Azza wa Jalla telah berjanji akan memberikan pahala dan
kebaikan berlimpah di dunia dan di akhirat bagi orang yang bisa
mensyukuri segala nikmat yang Allâh Azza wa Jalla berikan dan
menggunakannya pada hal-hal yang Allâh ridha. Sebaliknya, kepada siapa
saja yang tidak menjaga, tidak memperhatikan hikmah dan tujuan dari
penciptaan nikmat-nikmat tersebut, bahkan dengan tanpa rasa sungkan dia
menggunakannya pada hal-hal yang Allâh Azza wa Jalla murkai, Allâh
mengancam akan memberikan adzab dan hukuman yang pedih kepada mereka.
Allâh mengabarkan bahwa kelak di hari kiamat, anggota-anggota badan
akan ditanya tentang pemiliknya dan pemiliknya juga akan dimintai
pertangungjawaban terhadap anggota badan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. [al-Isrâ’/17:36]
Dan firman-Nya:
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami
tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang
dahulu mereka usahakan. [Yâsin/36:65]
Dan firman-Nya:
وَيَوْمَ يُحْشَرُ أَعْدَاءُ اللَّهِ إِلَى النَّارِ فَهُمْ يُوزَعُونَ
﴿١٩﴾ حَتَّىٰ إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ
وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿٢٠﴾ حَتَّىٰ
إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ
وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿٢٠﴾ وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ
لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا ۖ قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ
كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Dan (ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allâh di giring ke dalam
neraka, lalu mereka dikumpulkan semuanya. Sehingga apabila mereka sampai
ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi
terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka
berkata kepada kulit mereka, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?”
Kulit mereka menjawab, “Allâh yang menjadikan segala sesuatu pandai
berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dialah yang
menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu
dikembalikan”. [Fusshilat/41:19-21]
Dalam sebuah hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat
kepada Mu’âdz bin Jabal untuk menjaga lisannya, dan Mu’âz Radhiyallahu
anhu bertanya kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Wahai Nabi
Allâh, apakah kita akan dihisab atas apa yang telah kita ucapkan?” Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا ابْنَ أُمِّ مُعَاذٍ، وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ
عَلَى مَنَاخِرِهِمْ فِي نَارِ جَهَنَّمَ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهُمْ؟
Celaka kamu Mu’âdz! Tidak ada yang menyebabkan manusia tersungkur di dalam neraka selain hasil lisan-lisan mereka [2Diriwayatkan oleh Imam Tirmizi, no. 2616, Ibnu Mâjah no: 3973, dan lafaz hadits ini dari Imam Tirmizi ]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
Barangsiapa menjamin (menjaga) bagiku lisan dan kemaluannya, maka aku akan menjamin baginya surga.[ HR. Imam al-Bukhâri, no. 6474 ]
Imam Tirmizi meriwayatkannya dan beliau menilai hadits ini hasankan dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan lafazh:
مَنْ وَقَاهُ اللَّهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَرِجْلَيْهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Barangsiapa dipelihara oleh Allâh dari keburukan mulut dan keburukan kemaluannya, maka dia akan masuk surga[Sunan at-Tirmizi, no. 2409 ]
Dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim dari hadits Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa beriman kepada hari akhir hendaknya dia berkata yang baik atau diam [ Muttafaq alaih, HR. Imam al-Bukhâri, no.6135 dan Imam Muslim, no. 47 ]
Masih didalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim dari shahabat Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu , Para shahabat bertanya:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Wahai Rasûlullâh! Islam seperti apakah yang paling baik?” Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Islamnya orang yang semua
muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya [ Muttafaq alaih. HR. Imam al-Bukhâri, no. 11 dan Imam Muslim, no. 42 ]
Nash-nash di atas dan nash lain yang semakna menunjukkan bahwa
seorang hamba wajib hukumnya menjaga lisan, kemaluan, pendengaran,
penglihatan, tangan dan kakinya dari hal-hal yang diharamkan. Dan ini
merupakan pengertian puasa dari segi bahasa. Puasa seperti ini tidak
memiliki waktu khusus akan tetapi terus berkelanjutan sampai meninggal
dunia, sebagai bentuk ketaatan kepada Allâh l agar berhasil meraih
ridha dan pahala dari Allâh, selamat dari murka dan siksa-Nya.
Apabila seorang Muslim memahami bahwasanya pada bulan Ramadhan dia
diharamkan melakukan dan memakan apa-apa yang Allâh halalkan baginya
(pada waktu-waktu yang lain), karena Allâh Azza wa Jalla mengharamkan
perkara-perkara tersebut pada bulan Ramadhan, maka hendaknya dia juga
memahami bahwa Allâh Azza wa Jalla juga mengharamkan untuknya hal-hal
yang haram selama hidupnya. Maka wajib bagi setiap Muslim menjauhi apa
yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla selamanya agar terhindar dari
adzab yang disiapkan buat orang yang menyelisihi perintah-Nya dan
melakukan yang diharamkan-Nya.
Orang yang menjaga lisannya dari perkataan keji dan dusta; Menjaga
kemaluannya dari yang Allâh haramkan; Menjaga tangannya dari melakukan
perkara haram; Menjaga kakinya dari hal yang Allâh tidak ridhai; Menjaga
pendengarannya dari mendengar yang haram serta menjaga matanya dari
segala hal yang Allâh haramkan untuk dilihat, kemudian dia terus-menerus
menggunakan seluruh anggota badan ini dalam rangka mentaati Allâh Azza
wa Jalla sampai meninggal dunia, maka sungguh dia akan berifthar
(berbuka puasa) dengan apa yang telah Allâh janjikan bagi orang yang
mentaati-Nya berupa nikmat yang kekal dan keutamaan yang agung.
Kenikmatan yang tidak pernah terbayang dalam benak, dan tidak bisa
diucapkan dengan kata-kata.
Hal pertama yang akan dia dapatkan adalah apa yang dijelaskah oleh
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai peristiwa ketika seorang
Mukmin meninggal dunia. Saat itu, para Malaikat yang wajah-wajah mereka
seperti matahari mendatanginya dengan membawa kain kafan dan hanut (peti
mati) dari surga. Yang terdepan adalah Malaikat maut, dia mengatakan:
أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ
اللَّهِ وَرِضْوَانٍ، قَالَ: فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ
مِنَ السِّقَاءِ، فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِي
يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ
الْكَفَنِ وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ
مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ. قَالَ: فَيَصْعَدُونَ بِهَا
فَلَا يَمُرُّونَ بِمَلَأٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِلَّا قَالُوا: مَا هَذَا
الرُّوحُ الطَّيِّبُ؟، فَيَقُولُونَ: فُلَانُ بْنُ فُلَانٍ، بِأَحْسَنِ
أَسْمَائِهِ الَّتِي كَانُوا يُسَمُّونَهُ بِهَا فِي الدُّنْيَا، حَتَّى
يَنْتَهُوا بِهَا إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَسْتَفْتِحُونَ لَهُ،
فَيُفْتَحُ لَهُ فَيُشَيِّعُهُ مِنْ كُلِّ سَمَاءٍ مُقَرَّبُوهَا إِلَى
السَّمَاءِ الَّتِي تَلِيهَا، حَتَّى يَنْتَهِيَ بِهَا إِلَى السَّمَاءِ
السَّابِعَةِ. فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: اكْتُبُوا كِتَابَ عَبْدِي
فِي عِلِّيِّينَ وَأَعِيدُوهُ إِلَى الْأَرْضِ، فَإِنِّى مِنْهَا
خَلَقْتُهُمْ وَفِيهَا أُعِيدُهُمْ وَمِنْهَا أُخْرِجُهُمْ تَارَةً
أُخْرَى. قَالَ: فَتُعَادُ رُوحُهُ فِي جَسَدِهِ فَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ
فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟، فَيَقُولُ: رَبِّيَ
اللَّهُ، فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا دِينُكَ؟، فَيَقُولُ: دِينِيَ
الْإِسْلَامُ، فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا هَذَا الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ؟،
فَيَقُولُ: هُوَ رَسُولُ اللَّهِ، فَيَقُولَانِ لَهُ: وَمَا عِلْمُكَ؟،
فَيَقُولُ: قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ وَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ.
فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ صَدَقَ عَبْدِي، فَأَفْرِشُوهُ
مِنَ الْجَنَّةِ، وَأَلْبِسُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا
إِلَى الْجَنَّةِ. قَالَ: فَيَأْتِيهِ مِنْ رُوحَهَا وَطِيبِهَا وَيُفْسَحُ
لَهُ فِي قَبْرِهِ مَدَّ بَصَرِهِ، وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ حَسَنُ الثِّيَابِ
طَيِّبُ الرِّيحِ فَيَقُولُ لَهُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُرُّكَ، هَذَا
يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ. فَيَقُولُ لَهُ: فَمَنْ أَنْتَ؟
فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ الَّذِي يَجِيءُ بِالْخَيْرِ. فَيَقُولُ: أَنَا
عَمَلُكَ الصَّالِحُ. فَيَقُولُ: يَا رَبِّ أَقِمِ السَّاعَةَ أَقِمِ
السَّاعَةَ، حَتَّى أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي وَمَالِي
Wahai jiwa yang bersih ( baik/bagus ) keluarlah menuju ampunan Allâh
dan keridhaan-Nya, maka jiwa tersebut keluar seperti keluarnya tetesan
air dari mulut ceret. Lalu malaikat maut mengambilnya dan langsung
diambil oleh para malaikat lainnya. Lalu mereka menaruhnya di atas kain
kafan serta hanut yang mereka bawa. Seketika itu juga, keluar dari jiwa
tersebut aroma harum yang tidak ada bandingannya di dunia. Kemudian Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Merekapun membawa jiwa
tersebut naik ke langit. Setiap kali mereka melewati sekelompok
malaikat, mereka sontak bertanya, ‘Ruh siapakah yang harum ini?’ Para
Malaikat yang membawa ruh itu menjawab, ‘Fulan bin fulan.’ Mereka
menyebutnya dengan nama terbaiknya di dunia, sampai mereka tiba di
langit ketujuh. Lalu Allâh Azza wa Jalla berfirman, ‘Tulislah kitab
hamba-Ku ini di Illiyin dan kembalikanlah dia ke dunia. Sesungguhnya Aku
menciptakan mereka dari tanah, dan Aku kembalikan mereka ke tanah lagi,
dan kelak Aku akan bangkitkan mereka dari tanah juga.’
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maka ruhnya dikembalikan
lagi kedalam jasadnya, dan dia didatangi oleh dua Malaikat yang kemudian
mendudukkannya lalu bertanya, “Siapakah Rabbbmu?” Dia menjawab,
“Rabbku adalah Allâh,” mereka bertanya lagi, “Apakah agamamu?” Dia
berkata, “Agamaku adalah agama Islam.”
Mereka bertanya lagi, “Siapakah laki-laki ini yang Allâh utus pada kalian?” Dia menjawab, “Dia adalah Rasûlullâh.”
Mereka bertanya lagi, “Apa ilmumu?” Dia menjawab, “Aku membaca kitab Allâh lalu aku beriman dan meyakininya.”
Lalu terdengar suara memanggil dari langit,”Hamba-Ku benar (jujur).
Berikanlah dia tempat tidur dari surga, dan pakaian dari surga, serta
bukakanlah dia pintu ke surga!
Kemudian dia mendapatkan aroma dan harumnya surga serta kuburnya
diluaskan sejauh mata memandang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Kemudian dia didatangi oleh seorang laki-laki yang tampan,
berpakain bagus, dan memiliki bau yang harum seraya berkata,
‘Bergembiralah dengan apa yang membuatmu bahagia! Sesungguhnya ini
adalah hari yang dulu engkau dijanjikan.’ Muslim (yang sudah meninggal)
tersebut bertanya, ‘Siapakah kamu? Wajahmu adalah wajah orang yang
datang dengan membawa kebaikan.’ Laki-laki tersebut menjawab, ‘Aku
adalah amal shalihmu.’
Kemudian dia berkata, ‘Wahai Allâh! Datangkanlah hari kiamat segera,
agar aku bisa segera berkumpul kembali bersama keluarga dan hartaku [Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, no. 1853 ]
Inilah balasan orang-orang yang berpuasa (menahan diri) dari segala
yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla , yang selalu berbuat taat
kepada Allâh, senantiasa menjaga perintah-perintah Allâh Azza wa Jalla
dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk golongan mereka,
memberikan taufik kepada untuk menempuh jalan yang mereka lalui.
[diadaptasi dari almanhaj.or.id yang disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVIII/1435H/2014 , yang diangkat dari website resmi beliau )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar