TAUHID DI BALIK TALBIYAH
Oleh
Syaikh Prof. Dr. Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafidzohulloh
Pengantar
Ketika jama’ah haji atau jama’ah umrah mengumandangkan talbiyah,
sebenarnya mereka sedang mengikrarkan pernyataan tauhid kepada Allah dan
mengikrarkan pernyataan anti syirik.
Di bawah ini adalah sebuah risalah yang disadur dari buah karya
Syaikh Prof. Dr. Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al-Badr, seorang guru
besar jurusan Aqidah pada Univ. Islam Madinah di Kerajaan Saudi Arabia.
Diambil dari kumpulan risalah beliau berjudul al-Jaami’ lil-Buhuts
war-Rasaa`il, diterbitkan oleh Daar Kunuuz Isybiliya, Riyadh, cet. I –
1426 /2005 M, hlm. 252 – 255. Risalah ini berisi ikrar tentang tauhid
dan peringatan dari syirik yang terdapat pada talbiyah yang
dikmandangkan oleh seseorang ketika berhaji atau berumrah. Disadur
dengan bebas oleh Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin. Silahkan menyimak.
Sesungguhnya kalimat talbiyah berisi pernyataan tauhid kepada Allah k dan penentangan terhadap syirik.
Seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia,
bernama Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, ketika menjelaskan sifat
haji Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertalbiyah dengan tauhid, yaitu:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَبَّيْكَ،
إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ. رواه
مسلم
“Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku
penuhi panggilan-Mu ya Allah, tiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi
panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan hanyalah
kepunyaan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu”.[1]
Maka Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu mensifati talbiyah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas sebagai talbiyah dengan tauhid.
Sebab di dalamnya berisi pemurnian peribadatan hanya kepada Allah dan
membuang kemusyrikan. Hal ini juga membuktika bahwa kalimat-kalimat
talbiyah itu bukan semata lafal-lafal kosong, tetapi mengandung makna
agung yang merupakan ruh dan asas agama, yaitu tauhidullah.
Oleh karena itu, setiap orang yang mengumandangkan kalimat-kalimat
talbiyah di atas wajib menghayati makna yang terkandung di dalamnya.
Sehingga ia menjadi orang yang benar dalam bertalbiyah, kata-katanya
cocok dengan kenyataannya, ia benar-benar berpegang pada ajaran tauhid
dan menjaga hak-hak tauhid. Menjauhi segala hal yang dapat membatalkan
tauhid, baik itu kemusyrikan maupun yang lainnya.
Maka ia menjadi orang yang tidak akan meminta kecuali kepada Allah,
tidak akan ber-istighatsah (bersambat) kecuali kepada Allah, tidak
bertawakkal kecuali kepada Allah, tidak akan meminta bantuan serta
pertolongan kecuali kepada Allah, dan tidak akan mengarahkan salah satu
macam ibadahpun kecuali hanya kepada Allah saja. Sebab hanya di tangan
Allah dan hanya menjadi kewenangan-Nya sajalah hak untuk memberi,
menahan pemberian, melimpahkan anugerah, melimpahkan manfaat dan
menimpakan madharat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ
وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ ۗ أَإِلَٰهٌ مَعَ اللَّهِ ۚ قَلِيلًا
مَا تَذَكَّرُونَ
“Atau siapakah yang dapat mengabulkan (doanya) orang yang tengah
didesak kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan siapakah yang dapat
menghilangkan kesusahan dan dapat menjadikan kamu sebagai khalifah di
bumi? Apakah ada sesembahan lain yang berhak disembah di samping Allah?
Amat sedikitlah kamu mengingat kepada-Nya”. [an-Naml/27:62].
Ketika seorang muslim dalam talbiyahnya mengucapkan: Laa Syariika
lahu (tiada sekutu bagi-Nya), maka ia wajib memahami hakikat syirik,
wajib mengerti bahaya syirik dan wajib berhati-hati dengan
sesungguh-sungguhnya agar tidak terjerumus ke dalam syirik atau ke dalam
salah satu sebab atau salah satu jalan atau salah satu celah yang dapat
mengantarkan menuju syirik. Sebab syirik merupakan dosa dan kemaksiatan
paling besar.
Hukuman yang ditimpakan bagi perbuatan dosa syirik, baik hukuman di
dunia maupun di akhirat, jauh lebih berat dibandingkan dengan hukuman
yang diancamkan bagi dosa-dosa lainnya.
Hukuman bagi perbuatan dosa syirik di dunia antara lain, bahwa
orang-orang musyrik menjadi halal darah serta hartanya, para wanita
serta anak-anak kaum musyrikin bisa menjadi tawanan perang. Sedangkan di
akhirat, dosa syirik tidak akan diampunkan oleh Allah Azza wa Jalla
kecuali dengan bertaubat daripadanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ
إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar”. [an-Nisâ`/4:48].
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا
بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu)
dengan Dia, Dan Dia mengampuni dosa yang lain dari syirik itu bagi siapa
yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan
Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”.
[an-Nisâ`/4:116]
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ
الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“…Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah,
maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah
neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”.
[al-Mâ`idah/5:72]
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)
sebelummu:”Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu
dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka
hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur”. [az-Zumar/39: 65-66]
Masih banyak ayat-ayat senada lainnya, dimana Allah Azza wa Jalla
mengingatkan segenap hamba-Nya tentang syirik, bahayanya dan akibat
buruknya bagi para pelaku, baik di dunia maupun di akhirat.
Syirik, akibatnya sangat buruk, penghabisannya sangat menyedihkan,
dan bahayanya sangat besar. Para pelakunya tidak akan memperoleh
keuntungan apa-apa. Yang ia peroleh hanya kerugian, kesengsaraan dan
kehinaan belaka. Syirik merupakan dosa terbesar dan kezhaliman paling
kejam. Sebab inti dari perbuatan syirik adalah penghinaan kepada Allah
Azza wa Jalla. Syirik adalah mengalihkan hak peribadatan, yang
sebenarnya merupakan hak murni Allah, kepada selain Allah. Perbuatan
syirik berarti penentangan dan kesombongan terhadap Allah. Di dalam
perbuatan syirik juga terkandung perbuatan menyerupakan makhluk dengan
Khaliq-Nya. Maha Suci Allah dari adanya sekutu. Sebab dengan perbuatan
syirik itu berarti menganggap makhluk sejajar dan serupa dengan Khaliq.
Padahal ia tidak memiliki kemampuan apapun untuk membuat madharat serta
manfaat bagi diri sendiri, dan tidak memiliki kehidupan, kematian serta
kemampuan apapun untuk membangkitkan diri sendiri sesudah mati, apalagi
orang lain.
Sesungguhnya kewajiban setiap muslim adalah berhati-hati sekali
terhadap syirik dan sangat takut jika terjatuh ke dalamnya. Tak urung
seorang nabiyyullah dan khalilul-Nya yaitu Nabi Ibrahim 'alaihussalam pun berdoa
kepada Allah agar dijauhkan dari kemusyrikan:
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ
“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah
berhala-berhala. Ya Rabbku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah
menyesatkan kebanyakan daripada manusia”. [Ibrâhîm/14:35-36].
Nabi Ibrâhîm Alaihissallam ternyata takut jika sampai menyembah
berhala-berhala, sehingga beliau berdoa agar Allah menyelamatkan beliau
dan anak cucu beliau dari menyembah berhala-berhala. Apabila Nabi
Ibrahim Khalilullah saja memohon agar Allah menjauhkan diri beliau dan
diri anak keturunan beliau dari menyembah patung-patung, apatah lagi
seharusnya orang-orang yang selain beliau.
Tidak diragukan lagi, bahwa hati yang hidup tentu sangat takut
terhadap kemusyrikan. Ia pasti akan sangat menjaga diri dari kemungkinan
terjerumus dalam kemusyrikan dan akan senantiasa berdoa terus menerus
agar Allah menyelamatkannya dari kemusyrikan.
Dengan demikian, maka hal ini akan menuntut seorang mu’min untuk
berusaha memahami hakikat syirik, sebab-sebabnya, prinsip-prinsipnya dan
macam-macamnya, agar ia tidak sampai terjatuh ke dalam syirik.
Itulah mengapa Hudzaifah bin al-Yaman Radhiyallahu ‘anhu berkata:
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُوْنَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ، وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ
أَنْ يُدْرِكَنِي. أخرجه البخاري ومسلم.
“Orang-orang bertanya kepada Rasulullah n tentang kebaikan, namun aku
bertanya kepada beliau tentang keburukan karena aku takut jika
keburukan itu menimpaku”.
Mengapa perlu memahami keburukan seperti yang ditanyakan oleh
Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu ? Sebab orang yang hanya mengetahui
kebaikan saja, terkadang ketika ada keburukan datang, ia tidak
mengetahui bahwa itu adalah keburukan. Sehingga mungkin ia terjerumus ke
dalamnya atau paling tidak ia tidak akan mengingkarinya.
Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan: “Tidak lain
ikatan Islam akan terlepas seikat demi seikat ketika seseorang tumbuh di
dalam Islam tetapi tidak mengetahui jahiliyah”.
Sesungguhnya, menjauh dari segala bentuk kemusyrikan dan memurnikan
tauhid hanya kepada Allah, merupakan pokok yang wajib menjadi landasan
bagi setiap ketaatan yang dapat dipergunakan oleh seorang hamba untuk
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik berupa ibadah
haji ataupun yang lain-lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka
akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang
kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka
menyaksikan berbagai manfa’at bagi mereka dan supaya mereka menyebut
nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah
berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian
daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang
yang sengsara lagi fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan
kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka memenuhi
nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan Thawaf sekeliling
rumah yang tua itu (Baitullah). Demikianlah (perintah Allah). Dan
barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu
adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya. Dan telah dihalalkan bagi
kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu
kaharamannya, maka jauhilah olehmu barhala-berhala yang najis itu dan
jauhilah perkataan-perkataan yang dusta; dengan ikhlas kepada Allah,
tidak menjadi orang-orang musyrik kepada Allah (mempersekutukan sesuatu
dengan Dia). Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka
adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung
penyambar, atau dihempaskan angin ke tempat yang jauh”.
[al-Hajj/22:27-31].
Dalam konteks ibadah haji yang terdapat pada ayat-ayat di atas, Allah
Azza wa Jalla memperingatkan tentang syirik dan memerintahkan untuk
menjauhinya. Allah menjelaskan kejinya syirik serta menjelaskan akibat
buruknya. Menjelaskan pula bahwa pelakunya seakan-akan terjatuh dari
langit lalu disambar oleh burung penyambar, atau seolah-olah dihempaskan
oleh badai ke tempat yang jauh.
Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala pada sebelum ayat-ayat ini
memerintahkan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam supaya membersihkan baitullah
sesudah Allah memberikan tempat kepada Ibrâhîm di baitullah tersebut,
dan melarang berbuat syirik. Yaitu pada firman Allah Azza wa Jalla :
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ
بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ
وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
“Dan (ingatlah) ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di
tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan
sesuatupun (syirik) dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi
orang-orang yang thawaf, orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang
ruku’ serta sujud”. [al-Hajj/22:26]
Dengan demikian, ayat-ayat yang berkaitan dengan haji di atas
terkelilingi dengan peringatan terhadap syirik, larangan dari syirik dan
penjelasan tentang akibat buruk syirik. Hal ini membuktikan bahwa
syirik sangat keji dan sangat besar bahayanya. Kita memohon kepada Allah
k agar Dia melindungi kita semua dari syirik, serta memberikan rizki
keikhlasan kepada kita, baik dalam berkata maupun dalam berbuat.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XII/1429H/2008M.] sumber : almanhajorid
_______
Footnote
[1]. HR Muslim dalam sebuah hadits yang panjang, Lihat Shahîh Muslim
Syarh Nawawi, Kitab al-Hajj, Bab: Hajjatun-Nabiyyi Shallallahu ”alaihi
wa sallam . VIII/402 dst. Lafazh di atas terdapat pada halaman 405 –
Tahqîq: Khalil Ma’mun Syiha, Dârul-Ma’rifah – Beirut, cet. II – 1415
H/1995 M.
[2]. HR Bukhâri dan Muslim. Lihat Fathul-Bari XIII/35 – Kitab al-Fitan
no. 7084 dan VI/615 – Kitab al-Manaqib, no. 3606. Juga Shahîh Muslim
Syarh Nawawi, Tahqîq: Khalil Ma’mun Syiha XII/439 – Kitab al-Imarah,
Bab: Wujub Mulazamah Jama’ah al-Muslimin ‘Inda Zhuhur al-Fitan, no.
4761.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar