• Fatwa Ulama: Apakah Hutang Wajib Dicatat?







    Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rohimahulloh





    Soal:

    Apakah menghutangi orang itu mendapatkan pahala? Dan apakah wajib mencatat hutang ?




    Jawab:








    Al Qardh (hutang), atau yang dikenal banyak orang dengan At Taslif (memberi pinjaman) hukumnya sunnah dan di dalamnya terdapat pahala, berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala:





    وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ





    dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al Baqarah: 195).


    Dan tidak mengapa seseorang untuk berhutang, karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam terkadang berhutang. Maka hutang hukumnya mubah bagi orang yang hendak berhutang, dan sunnah bagi orang yang menghutangi.





    Namun orang yang menghutangi wajib untuk menjauhi sikap gemar menyebut-nyebut hutang tersebut kepada orang yang ia hutangi. Atau juga memberikan gangguan kepadanya dengan mengatakan misalnya, “saya kan sudah berbuat baik kepadamu dengan memberikan hutang kepadamu…” atau semisalnya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:





    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأَذَى





    Hai orang-orang yang beriman,
    janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
    menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)
    ” (QS. Al Baqarah: 264).





    Adapun soal mencatat hutang, jika harta yang dihutangkan adalah milik sendiri maka yang afdhal (sunnah) adalah mencatatnya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:





    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُمْ
    بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ
    كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ





    Hai orang-orang yang beriman,
    apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
    ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis
    di antara kamu menuliskannya dengan benar
    ” (QS. Al Baqarah: 282).





    Dan boleh saja jika tidak mencatatnya, apalagi jika hutangnya dalam
    perkara-perkara yang kecil, yang biasanya secara adat orang-orang tidak
    terlalu serius di dalamnya.


    Adapun jika harta yang dihutangkan adalah miliki orang lain, misalnya jika ia mengelola harta anak yatim dan karena suatu maslahah
    ia menghutangkannya kepada orang lain, maka ia wajib mencatatnya.
    Karena ini merupakan bentuk penjagaan terhadap harta anak yatim. Allah Ta’ala berfirman:





    وَلا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ





    Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa” (QS. Al An’am: 154).





    Sumber: Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 2/16, Asy Syamilah





    Penerjemah: Yulian Purnama


    Artikel Muslim.Or.Id






  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Contact form

Search This Blog

Design by - Blogger Templates | Distributed by Ydidaareldzikr

YAYASAN DAKWAH ISLAM DAAR EL DZIKR

MEMURNIKAN AQIDAH MENEBARKAN SUNNAH Berdasarkan Al-Qur'an, As-Sunnah, dengan pemahaman generasi terbaik para Shahabat ridwanullah 'alaihim jami'an, Ijma.

WhatsApp

Hot Posts

3/footer/recent