• Buletin Adz Dzikr Edisi 55 - Agama Islam Adalah Agama Yang Haq Yang Dibawa Oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam

    Buletin Adz Dzikr Edisi 55











































    AGAMA ISLAM ADALAH AGAMA YANG HAQ (BENAR) YANG DIBAWAH OLEH NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM



    Oleh

    Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas






    Islam secara bahasa (etimologi) adalah berserah diri, tunduk, atau patuh.



    Adapun menurut syari’at (terminologi), definisi Islam berada pada dua keadaan:



    Pertama: Apabila Islam disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata
    iman, maka pengertian Islam mencakup keseluruhan agama, baik ushul
    (pokok) maupun furu’ (cabang), seluruh masalah ‘aqidah, ibadah,
    keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi pengertian ini menunjukkan
    bahwa Islam adalah pengakuan dengan lisan, meyakininya dengan hati dan
    berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah
    ditentukan dan ditakdirkan. [1]



    Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang Nabi Ibrahim Alaihissallam:



    إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ



    “Ketika Rabb-nya berfirman kepadanya: ‘Tunduk patuhlah!’ Ibrahim
    menjawab: ‘Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.’” [Al-Baqarah:
    131][2]



    Ada juga yang mendefinisikan Islam dengan:



    َاْلإِسْتِسْلاَمُ ِللهِ بِالتَّوْحِيْدِ وَاْلإِنْقِيَادُ لَهُ باِلطَّاعَةِ وَالْبَرَاءَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ.



    “Berserah diri kepada Allah dengan cara mentauhidkan-Nya, tunduk patuh
    kepada-Nya dengan melaksanakan ketaatan (atas segala perintah dan
    larangan-Nya), serta membebaskan diri dari perbuatan syirik dan
    orang-orang yang berbuat syirik.”[3]



    Kedua: Apabila Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang
    dimaksud dengan Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang diri
    dan hartanya terjaga [4] dengan perkataan dan amal-amal tersebut, baik
    dia meyakini Islam ataupun tidak. Sedangkan kalimat iman berkaitan
    dengan amalan hati.[5]



    Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :



    قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ



    “Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah
    (kepada mereka): ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: ‘Kami telah
    tunduk,’ karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu...” [Al-Hujuraat:
    14]



    Dengan Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhiri serta menyempurna-kan
    agama-Nya yang dianut ummat sebelumnya untuk para hamba-Nya. Dengan
    Islam pula, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan kenikmatan-Nya dan
    meridhai Islam sebagai agama. Agama Islam adalah agama yang benar dan
    satu-satunya agama yang diterima Allah, agama (kepercayaan) selain Islam
    tidak akan diterima Allah.



    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



    إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ



    “Sesungguhnya agama (yang benar) di sisi Allah adalah Islam.” [Ali ‘Imran: 19]



    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



    وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ



    “Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali
    tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan di akhirat ia
    termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85]



    Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan kepada seluruh manusia untuk
    memeluk agama Islam karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
    diutus untuk seluruh manusia.



    Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:



    قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
    الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ
    يُحْيِي وَيُمِيتُ ۖ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ
    الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ
    لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ



    “Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah Rasul (utusan) Allah
    kepadamu semua, yaitu Allah yang memiliki keajaan langit dan bumi, tidak
    ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia, Yang
    menghidupkan dan Yang me-matikan.’ Maka berimanlah kamu kepada Allah dan
    Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
    Kalimat-kalimat-Nya (Kitab-kitab-Nya) dan ikutilah ia, agar kamu
    mendapat petunjuk.”[Al-A’raaf: 158]



    Hal ini juga sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:



    وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ
    هَذِهِ اْلأُمَّـةِ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ
    يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ
    النَّارِ.



    “Demi (Rabb) yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah mendengar
    seseorang dari ummat Yahudi dan Nasrani tentang diutusnya aku
    (Muhammad), kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang
    aku diutus dengannya (Islam), niscaya ia termasuk penghuni Neraka.” [6]



    Mengimani Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, artinya
    membenarkan dengan penuh penerimaan dan kepatuhan pada seluruh apa yang
    dibawanya, bukan hanya membenarkan semata. Oleh karena itulah Abu Thalib
    (paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) termasuk kafir, yaitu orang
    yang tidak beriman kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meskipun ia
    membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
    ia membenarkan pula bahwa Islam adalah agama yang terbaik.



    Agama Islam mencakup seluruh kemaslahatan yang terkandung di dalam
    agama-agama terdahulu. Islam memiliki keistimewaan, yaitu cocok dan
    sesuai untuk setiap masa, tempat dan kondisi ummat.



    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



    وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ



    “Dan Kami turunkan Al-Qur-an kepadamu dengan membawa kebenaran,
    membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-kitab (yang diturunkan
    sebelumnya) dan sebagai batu ujian terhadap Kitab-kitab yang lain...”
    [Al-Maa-idah: 48]



    Islam dikatakan cocok dan sesuai di setiap masa, tempat, dan kondisi
    ummat maksudnya adalah berpegang teguh kepada Islam tidak akan
    menghilangkan kemaslahatan ummat, bahkan dengan Islam ini ummat akan
    menjadi baik, sejahtera, aman dan sentausa. Tetapi harus diingat bahwa
    Islam tidak tunduk terhadap masa, tempat dan kondisi ummat sebagaimana
    yang dikehendaki oleh sebagian orang. Apabila ummat manusia menginginkan
    keselamatan di dunia dan di akhirat, maka mereka harus masuk Islam dan
    tunduk dalam melaksanakan syari’at Islam.



    Agama Islam adalah agama yang benar, Allah Subhanahu wa Ta’ala
    menjanjikan kemenangan kepada orang yang berpegang teguh kepada agama
    ini dengan baik, namun dengan syarat mereka harus mentauhidkan Allah,
    menjauhkan segala (bentuk) perbuatan syirik, menuntut ilmu syar’i, dan
    mengamalkan amal yang shalih.



    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



    هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ



    “Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur-an)
    dan agama yang haq (benar), untuk dimenangkan-Nya atas segala agama,
    walaupun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” [At-Taubah: 33]



    Juga dalam firman-Nya:



    وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
    لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ
    قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ
    وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا
    يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ
    هُمُ الْفَاسِقُونَ



    “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
    dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa sungguh Dia akan
    menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana telah Dia jadikan
    orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
    meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
    Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada
    dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku
    dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa
    yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang
    yang fasik.” [An-Nuur: 55]



    Islam adalah agama yang sempurna dalam ‘aqidah dan syari’at. Di antara bentuk kesempurnaannya adalah:



    1. Islam memerintahkan untuk bertauhid dan melarang perbuatan syirik.



    2. Memerintahkan untuk berbuat jujur dan melarang bersikap bohong.



    3. Memerintahkan untuk berbuat adil dan melarang bersikap zhalim.



    4. Memerintahkan untuk bersikap amanah dan melarang bersikap khianat.



    5. Memerintahkan untuk menepati janji dan melarang ingkar janji.



    6. Memerintahkan untuk berbakti kepada ibu-bapak serta melarang mendurhakai keduanya.



    7. Islam menjaga agama dan Islam mengharamkan seseorang murtad (keluar dari agama Islam).



    8. Islam menjaga jiwa. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla
    mengharam-kan pembunuhan dan penumpahan darah ummat Islam. Islam
    memelihara jiwa, oleh karena itu Islam mengharamkan pem-bunuhan secara
    tidak haq (benar), dan hukuman bagi orang yang membunuh jiwa seorang
    Muslim secara tidak haq adalah hukuman mati.



    9. Islam menjaga akal. Oleh karena itu, Islam mengharamkan setiap yang memabukkan seperti khamr, narkoba dan rokok.



    10. Islam menjaga harta. Oleh karena itu, Islam mengajarkan amanah
    (kejujuran) dan menghargai orang-orang yang amanah bahkan menjanjikan
    kehidupan bahagia dan Surga kepada mereka. Dan Islam juga melarang
    mencuri dan korupsi serta mengancam pelakunya dengan hukuman potong
    tangan (sebatas pergelangan).[7]



    11. Islam menjaga nasab (keturunan). Oleh karena itu, Allah Azza wa
    Jalla mengharamkan zina dan segala jalan yang membawa kepada zina.[8]



    12. Islam menjaga kehormatan. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla
    mengharamkan menuduh orang baik-baik sebagai pezina atau dengan
    tuduhan-tuduhan lain yang merusak kehormatannya.



    Dalil-dalil bahwa Islam menjaga jiwa, harta dan kehormatan kaum Muslimin di antaranya:



    Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:



    فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ، بَيْنَكُمْ
    حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِيْ شَهْرِكُمْ هَذَا،
    فِيْ بَلَدِكُمْ هَذَا، لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ...



    “Sesungguhnya darah kalian, harta benda kalian, kehormatan kalian, haram
    atas kalian seperti terlarangnya di hari ini, bulan ini dan negeri ini.
    Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir...” [9]



    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:



    لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ.



    “Lenyapnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang Muslim.” [10]



    Dari Buraidah Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:



    قَتْلُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ مِنْ زَوَالِ الدُّنْيَا.



    ‘Terbunuhnya seorang Mukmin lebih berat (urusannya) di sisi Allah daripada lenyapnya dunia.’” [11]



    Bahkan darah seorang Muslim lebih mulia dari Ka’bah yang mulia.[12]



    Secara umum Islam memerintahkan agar berakhlak yang mulia, bermoral baik
    dan melarang bermoral buruk. Islam juga memerintahkan setiap perbuatan
    baik dan melarang perbuatan yang buruk.



    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



    إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي
    الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ
    يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ



    “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan ber-buat kebajikan,
    memberi kepada kaum kerabat, dan Allah me-larang dari perbuatan keji,
    kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
    dapat mengam-bil pelajaran.” [An-Nahl: 90]



    Islam didirikan atas lima dasar. Sebagaimana yang disebutkan dalam
    sebuah hadits masyhur yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar Radhiyallahu
    anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:



    بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
    وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَـامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ
    الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ.



    “Islam dibangun atas lima dasar: (1) bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
    yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah dan bahwa
    Muhammad adalah utusan Allah, (2) menegakkan shalat, (3) membayar zakat,
    (4) berpuasa di bulan Ramadhan, dan (5) menunaikan haji ke
    Baitullaah.”[13]



    Rukun Islam ini wajib diimani, diyakini dan wajib diamalkan oleh setiap Muslim dan Muslimah.



    Rukun Pertama: Kesaksian tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi
    dengan benar kecuali Allah Azza wa Jalla dan (bahwa) Muhammad
    Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba serta Rasul-Nya, merupakan
    keyakinan mantap yang diekspresikan dengan lisan. Dengan kemantapannya
    itu, seakan-akan ia dapat menyaksikan-Nya.



    Syahadah (kesaksian) merupakan satu rukun padahal yang disaksikan itu
    ada dua hal, ini dikarenakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
    adalah penyampai risalah dari Allah Azza wa Jalla. Jadi, kesaksian bahwa
    Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan Allah
    Azza wa Jalla merupakan kesempurnaan kesaksian لاَ إِلهَ إِلاَّ الله,
    tidak ada sesembahan yang berhak di ibadahi dengan benar kecuali Allah.



    Syahadatain (dua kesaksian) tersebut merupakan prinsip dasar keabsahan
    dan diterimanya semua amal. Amal akan sah dan diterima bila dilakukan
    dengan keikhlasan hanya karena Allah Azza wa Jalla dan mutaba’ah
    (mengikuti) Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ikhlas
    karena Allah Azza wa Jalla merupakan realisasi dari syahadat (kesaksian)
    laa ilaaha illallaah, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan
    benar kecuali Allah. Sedangkan mutaba’ah atau meng-ikuti Sunnah
    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan realisasi dari pada
    kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan
    Rasul-Nya.



    Faedah terbesar dari dua kalimat syahadat tersebut adalah membebaskan
    hati dan jiwa dari penghambaan terhadap makhluk dengan beribadah hanya
    kepada Allah Azza wa Jalla saja serta tidak mengikuti melainkan hanya
    kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.



    Rukun Kedua: Menegakkan shalat artinya beribadah kepada Allah dengan
    melaksanakan shalat wajib lima waktu secara istiqamah dan sempurna, baik
    waktu maupun caranya. Shalat harus sesuai dengan contoh Nabi
    Shallallahu ‘alaihi wa sallam.



    Sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:



    صَلُّوْا كَمَا رَأَيتُمُوْنِي أُصَلِّي.



    “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” [14]



    Salah satu hikmah shalat adalah mendapat kelapangan dada, ketenangan
    hati, serta menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar. [15]



    Rukun Ketiga: Membayar zakat artinya beribadah hanya kepada Allah Azza
    wa Jalla dengan menyerahkan kadar yang wajib dari harta-harta yang harus
    dikeluarkan zakatnya.[16]



    Salah satu hikmah membayar zakat adalah membersihkan harta, jiwa dan
    moral yang buruk, yaitu kekikiran serta dapat menutupi kebutuhan Islam
    dan kaum Muslimin, menolong orang fakir dan miskin.



    Rukun Keempat: Berpuasa di bulan Ramadhan artinya beribadah hanya kepada
    Allah dengan cara meninggalkan makan, minum, jima’ (bercampur) antara
    suami isteri dan hal-hal yang dapat membatalkannya dari mulai terbit
    fajar shadiq sampai terbenam matahari.



    Salah satu hikmah berpuasa di bulan Ramadhan adalah melatih jiwa untuk
    meninggalkan hal-hal yang disukai karena mencari ridha Allah Azza wa
    Jalla.

    Rukun Kelima: Menunaikan (ibadah) haji ke Baitullah (rumah Allah)
    artinya beribadah hanya kepada Allah dengan menuju al-Baitul Haram
    (Ka’bah di Makkah al-Mukarramah) untuk melaksanakan syi’ar atau manasik
    haji.



    Allah Ta’ala berfirman:



    إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ



    “Sesungguhnya rumah yang pertama-tama dibangun untuk (tempat beribadah)
    manusia adalah Baitullah yang berada di Bakkah (Makkah) yang diberkahi
    dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” [Ali ‘Imran: 96]



    Salah satu hikmah menunaikan haji ke Baitullah adalah melatih jiwa untuk
    mengerahkan segala kemampuan, harta, dan jiwa agar tetap taat kepada
    Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itulah, haji merupakan salah satu
    macam dari jihad fii sabiilillaah.[17]



    [Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis
    Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box
    7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M] sumber almanhaj.or.id

    _______

    Footnote

    [1]. Lihat Mufradaat Alfaazhil Qur-aan (hal. 423, bagian سَلِمَ), karya
    al-‘Allamah ar-Raghib al-Ashfahani dan Ma’aarijul Qabuul (II/20) oleh
    Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami.

    [2]. Lihat juga QS. Al-Baqarah: 208 dan QS. Ali ‘Imran: 19.

    [3]. Al-Ushuuluts Tsalaatsah oleh Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dan
    Syarah Tsalaatsatil Ushuul (hal. 68-69) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih
    al-‘Utsaimin.

    [4]. Dirinya terjaga maksudnya tidak boleh diperangi (dibunuh); dan
    hartanya terjaga maksudnya yaitu tidak boleh diambil (dirampas).

    [5]. Lihat Ma’aarijul Qabuul (II/21), karya Syaikh Hafizh bin Ahmad
    al-Hakami, cet. I, Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah dan Jaami’ul ‘Uluum wal
    Hikam oleh al-Hafizh Ibnu Rajab.

    [6]. HR. Muslim (I/134 no. 153), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

    [7]. Lihat QS. Al-Maa-idah: 38.

    [8]. Lihat QS. Al-Israa': 32.

    [9]. HR. Al-Bukhari (no. 67, 105, 1741) dan Muslim (no. 1679 (30)), dari Sahabat Abu Bakrah Radhiyallahu anhu

    [10]. HR. An-Nasa-i (VII/82), dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu.
    Diriwayatkan juga oleh at-Tirmidzi (no. 1395). Hadits ini dishahihkan
    oleh Syaikh al-Albani dalam Sha-iih Sunan an-Nasa-i dan lihat Ghaayatul
    Maraam fii Takhriij Ahaadiitsil Halaal wal Haraam (no. 439).

    [11]. HR. An-Nasa-i (VII/83), dari Buraidah Radhiyallahu anhu.
    Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih Sunan an-Nasa-i dan
    lihat Ghaayatul Maram fii Takhriij Ahaadiitsil Halaal wal Haraam (no.
    439).

    [12]. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 3420), dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah.

    [13]. Mutafaqun ‘alaihi. HR. Al-Bukhari dalam Kitaabul Iimaan pada bab
    Qaulun Nabi j بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ (no. 8), Muslim dalam
    Kitaabul Iimaan bab Arkaanul Islaam (no. 16), Ahmad (II/26, 93, 120,
    143), at-Tirmidzi (no. 2609) dan an-Nasa-i (VIII/107).

    [14]. HR. Al-Bukhari (no. 631), dari Sahabat Malik bin Khuwairits.

    [15]. Lihat QS. Al-Ankabut: 45.

    [16]. Lihat QS. Al-Baqarah: 43.

    [17]. Diringkas dan ditambah dari kitab Syarah Ushuulil Iimaan (hal. 4-10) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.
















  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Contact form

Search This Blog

Design by - Blogger Templates | Distributed by Ydidaareldzikr

YAYASAN DAKWAH ISLAM DAAR EL DZIKR

MEMURNIKAN AQIDAH MENEBARKAN SUNNAH Berdasarkan Al-Qur'an, As-Sunnah, dengan pemahaman generasi terbaik para Shahabat ridwanullah 'alaihim jami'an, Ijma.

WhatsApp

Hot Posts

3/footer/recent