WAJIB MEMBERIKAN PERHATIAN KEPADA TAUHID TERLEBIH DAHULU SEBAGAIMANA METODE PARA NABI DAN RASUL ALAIHIMUSSAlAM
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani رحه اللهBerkaitan dengan apa yang disebutkan dalam pertanyaan diatas, yaitu
berupa buruknya kondisi umat Islam, maka kami katakan : Sesungguhnya
kenyataan yang menyakitkan ini tidaklah lebih buruk daripada kondisi
orang Arab pada zaman jahiliyah ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam diutus kepada mereka, disebabkan adanya risalah Islam di antara
kita dan kesempurnaannya, serta adanya kelompok yang eksis di atas
Al-Haq (kebenaran), memberi petunjuk dan mengajak manusia kepada Islam
yang benar dalam hal aqidah, ibadah, akhlak dan manhaj. Memang tidak
bisa dipungkiri bahwa kenyataan orang Arab pada masa jahiliyah
menyerupai kenyataan kebanyakan kelompok-kelompok kaum muslimin sekarang
ini !.
Berdasarkan hal itu, kami mengatakan bahwa : Jalan keluarnya adalah
jalan keluar yang pernah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dan obatnya adalah seperti obat yang pernah digunakan oleh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana Rasulullah telah
mengobati jahiliyah yang pertama, maka para juru da'wah Islam sekarang
ini harus meluruskan kesalahan pahaman umat akan makna Laa Ilaha
Illallah, dan harus mencari jalan keluar dari kenyataan pahit yang
menimpa mereka dengan pengobatan dan jalan keluar yang di tempuh oleh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan makna yang demikian ini
jelas sekali apabila kita memperhatikan firman Allah Azza wa Jalla.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah". [al-Ahzab/33 :
21]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah suri teladan yang baik
dalam memberikan jalan keluar bagi semua problem umat Islam di dunia
modern sekarang ini pada setiap waktu dan kondisi. Hal ini yang
mengharuskan kita untuk memulai dengan apa-apa yang telah dimulai oleh
Nabi kita Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu pertama-tama memperbaiki
apa-apa yang telah rusak dari aqidah kaum muslimin. Dan yang kedua
adalah ibadah mereka. Serta yang ketiga adalah akhlak mereka. Bukannya
yang saya maksud dari urutan ini adanya pemisahan perkara antara satu
dengan yang lainnya, artinya mendahulukan yang paling penting kemudian
sebelum yang penting, dan selanjutnya !. Tetapi yang saya kehendaki
adalah agar kaum muslimin memeperhatikan dengan perhatian yang sangat
besar dan serius terhadap perkara-perkara di atas. Dan yang saya maksud
dengan kaum muslimin adalah para juru da'wah, atau yang lebih tepatnya
adalah para ulama di kalangan mereka, karena sangat disayangkan sekali
sekarang ini setiap muslim mudah sekali mendapat predikat sebagai da'i
meskipun mereka sangat kurang dalam hal ilmu. Bahkan mereka sendiri
menobatkan diri sebagai da'i Islam. Apabila kita ingat kepada suatu
kaidah yang terkenal -saya tidak berkata kaidah itu terkenal di kalangan
ulama saja, bahkan terkenal pula dikalangan semua orang yang berakal-
kaidah itu adalah :
فَاقِدُ الشَّيْءِ لاَيُعْطِيْهِ
"Orang yang tidak memiliki, tidak dapat memberi".
Maka kita akan mengetahui sekarang ini bahwa disana ada sekelompok kaum
muslimin yang besar sekali, bisa mencapai jutaan jumlahnya, apabila
disebut kata : para da'i maka manusia akan mengarahkan pandangan kepada
mereka. Yang saya maksudkan adalah jama'ah da'wah atau jama'ah tabligh.
Bersamaan dengan itu, kebanyakan mereka adalah sebagaimana firman Allah
Azza wa Jalla.
وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
"Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" [al-A'raaf/7 : 187]
Sebagaimana diketahui dari metode da'wah mereka bahwa mereka itu telah
benar-benar berpaling dari memperhatikan pokok pertama atau perkara yang
paling penting diantara perkara-perkara yang disebutkan tadi, yaitu
aqidah, ibadah dan akhlak. Dan mereka menolak untuk memperbaiki aqidah
dimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memulai dengannya,
bahkan semua nabi memulai dengan aqidah ini.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan) : "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut". [an-Nahl/ :
36].
Mereka tidak mempunyai perhatian terhadap pokok ini dan terhadap rukun
pertama dari rukun-rukun Islam ini -sebagaimana telah diketahui oleh
kaum muslimin semuanya-. Rasul yang pertama di antara para rasul yang
mulia Nuh 'Alaihis sallam telah mengajak kepada masalah aqidah hampir
seribu tahun. Dan semua mengetahui bahwa pada syariat-syariat terdahulu
tidak terdapat perincian hukum-hukum ibadah dan muamalah sebagaimana
yang telah dikenal dalam agama kita ini, karena agama kita ini adalah
agama terakhir bagi syariat-syariat agama-agama lain. Bersamaan dengan
itu, Nabi Nuh 'Alaihis sallam tetap mengajak kaumnya selama 950 tahun
dan beliau menghabiskan waktunya bahkan seluruh perhatiannya untuk
berda'wah kepada tauhid. Meskipun demikian, kaumnya menolak da'wah
beliau sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Qur'an.
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
"Dan mereka berkata :'Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa', Yaghuts, Ya'uq
dan Nasr". [Nuh/70 : 23]
Ini menunjukkan dengan tegas bahwa sesuatu yang paling penting untuk di
prioritaskan oleh para da'i Islam adalah da'wah kepada tauhid. Dan ini
adalah makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ
"Maka ketahuilah, bahwa sesunguhnya tidak ada sesembahan (yang berhak diibadahi) melainkan Allah". [Muhammad/47 : 19]
Demikian sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara amalan
maupun pengajaran. Adapun amalan beliau, maka tidak perlu dibahas,
karena pada periode Makkah perbuatan dan da'wah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam kebanyakan terbatas dalam hal menda'wahi kaumnya agar
beribadah kepada Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Sedangkan dalam hal pengajaran, disebutkan dalam hadits Anas bin Malik
Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan di dalam Ash-Shahihain. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika mengutus Muadz ke Yaman, beliau
bersabda.
لِيَكُنْ أَوَّلُ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوك لِذَلِكَ
"Hendaknya hal pertama yang engkau serukan kepada mereka adalah
persaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah
saja, maka jika mereka mentaatimu dalam hal itu ..... dan seterusnya
sampai akhir hadits.[1]
Kalau begitu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
memerintahkan para shahabatnya untuk memulai dengan apa yang dimulai
oleh beliau sendiri yaitu da'wah kepada tauhid.
Tidak diragukan lagi bahwa terdapat perbedaan yang besar sekali antara
orang-orang Arab musyrikin dimana mereka itu memahami apa-apa yang
dikatakan kepada mereka dengan bahasa mereka, dengan mayoritas
orang-orang Arab Muslim sekarang ini. Orang-orang Arab Muslim sekarang
ini tidak perlu diseru untuk mengucapkan : Laa Ilaha Illallah, karena
mereka adalah orang-orang yang telah mengucapkan syahadat Laa Ilaha
Illallah, meskipun aliran dan keyakinan mereka berbeda-beda. Mereka
semuanya mengucapkan Laa Ilaha Illallah, tetapi pada kenyataannya mereka
sangat perlu untuk memahami lebih banyak lagi tentang makna kalimat
thayyibah ini. Dan perbedaan ini adalah perbedaan yang sangat mendasar
dengan orang-orang Arab dahulu dimana mereka itu menyombongkan diri
apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyeru mereka untuk
mengucapkan Laa Ilaha Illallah, sebagaimana yang dijelaskan dalam
Al-Qur'anul Azhim [2]. Mengapa mereka menyombongkan diri ?. Karena
mereka memahami bahwa makna Laa Ilaha Illallah adalah bahwa mereka tidak
boleh menjadikan tandingan-tandingan bersama Allah, dan agar mereka
tidak beribadah kecuali kepada Allah, padahal dahulu mereka menyembah
selian Allah pula, mereka menyeru selain Allah, beristighatsah (meminta
tolong) kepada selain Allah, lebih-lebih lagi dalam masalah nadzar untuk
selain Allah, bertawasul kepada selain Allah, menyembelih kurban untuk
selain Allah dan berhukum kepada selain Allah dan seterusnya.
Ini adalah sarana-sarana kesyirikan paganisme yang dikenal dan
dipraktekkan oleh mereka, padahal mereka mengetahui bahwa diantara
konsekwensi kalimat thayyibah Laa Ilaha Illallah dari sisi bahasa Arab
adalah bahwa mereka harus berlepas diri dari semua perkara-perkara ini,
karena bertentangan dengan makna Laa Ilaha Illallah.
[Disalin dari buku At-Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia
TAUHID, Prioritas Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani, Penerjemah Fariq Gasim Anuz, Murajaah Zainal Abidin, Penerbit
Darul Haq - Jakarta] disalin dari almanhaj.or.id
_______
Footnote
[1]. Hadits Shahih diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1395) dan ditempat
lainnya, dan Muslim (19), Abu Daud (1584), At-Tirmidzi (625), semuanya
dari hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu) Hadits ini telah diketahui dan
masyhur, Insya Allah.
[2]. Beliau mengisyaratkan kepada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ
يَسْتَكْبِرُون ﴿٣٥﴾َ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا
لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
"Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka : Laa Ilaha
Illallah (Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah)
mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata : 'Apakah sesungguhnya
kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena kami seorang
penyair yang gila ?"[Ash-Shaffat/ : 35-36]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar