Jika ada
non-muslim yang ingin menyumbangkan harta untuk membangun masjid
misalnya atau untuk membangun pondok pesantren, apakah diterima atau
ditolak?
Pertama perlu dijelaskan bahwa hukum asal menerima hadiah dan infak dari non-muslim adalah mubah. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menerima hadiah dari Para raja-raja non-muslim dan juga menerima hadiah
daging dari seorang wanita Yahudi. Ini dalam rangka muamalah yang baik
dan mengambil hati mereka.
Imam Bukhari menuliskan bab mengenai hal ini
باب قبول الهدية من المشركين
“Bab bolehnya menerima Hadiah dari orang musyik”.
Bahkan ulama menjelaskan boleh menerima sumbangan membangun masjid
dari non-muslim asalkan tanpa syarat dan tidak membuat kaum muslimin
menjadi hina serta bukan alat politik non-muslim tersebut untuk membuat
makar terhadap umat Islam.
Ibnu Muflih menjelaskan bahwa Masjid boleh dibangun dari harta orang kafir, beliau berkata
وَتَجُوزُ عِمَارَةُ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكِسْوَتُهُ وَإِشْعَالُهُ بِمَالِ كُلِّ كَافِرٍ
“Boleh membangun masjid, memberikan kiswah dan penerangan dari harta orang kafir”1.
Lajnah Daimah (semacam MUI di Saudi) mengeluarkan fatwa ketika
ditanya apakah boleh shalat di masjid yang dibangun dari harta orang
kafir? Dalam fatwa dijelaskan:
لا بأس في الصلاة في المسجد المذكور
“Tidak mengapa shalat di masjid tersebut (yang dibangun dari harta orang kafir)“2.
Adapun maksud ayat bahwa Allah tidak akan menerima dari harta mereka
karena kekafiran mereka, maka ini maksudnya adalah dari segi diterimanya
ibadah mereka oleh Allah, bukan dari segi halal dan haramnya menerima
sumbangan dari mereka. Ayat tersebut sebagai berikut:
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ
نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا
يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَىٰ وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا
وَهُمْ كَارِهُونَ
“Dan tidak ada yang menghalangi untuk diterima dari mereka
nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allâh dan
Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas
dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa
enggan” (At-Taubah:54).
Sekali lagi perlu diperhatikan bahwa boleh menerima dengan syarat:
Pertama: Tidak menimbulkan bahaya bagi kaum muslimin
karena menerima hadiah tersebut, semisal sumbangan tersebut ada
syaratnya yang merugikan kaum muslimin atau alat politik untuk membuat
makar terhadap Islam
Dalam Fatwa Lajnah Daimah dijelaskan,
يجوز للمسلمين أن يمكنوا غير المسلمين من
الإنفاق على المشاريع الإسلامية؛ كالمساجد والمدارس إذا كان لا يترتب على
ذلك ضرر على المسلمين أكثر من المنفعة
“Boleh bagi kaum muslimin menerima infak dari non-muslim untuk
kegiatan Islam semisal membangun masjid dan sekolah/pesantren, jika
tidak ada bahaya yang ditimbulkan bagi kaum muslimin dan banyak
manfaatnya”3.
Kedua: Dipastikan bahwa harta orang kafir tersebut
adalah bukan harta yang haram. Jika jelas informasi yang masuk ke kita
bahwa harta yang disumbangkan itu haram, maka tidak boleh menerimanya
untuk membangun masjid. Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah disebutkan:
فلا مانع من أن تطلبوا من كافر إعانة مالية
يهبكم إياها ثم تستعينون بها في بناء مسجد ، كما لا حرج في قبولها منه دون
طلب لا سيما مع عجزكم عن بنائه وحاجتكم إليه، ولا يلزمكم البحث عن مصدر
ماله الذي تبرع به هل هو من حلال أو من حرام ، ولكن إذا علمتم أن عين المال
الذي أعطاكم إياه حراما فلا يجوز لكم قبوله وصرفه في بناء المسجد
“Tidak ada masalah meminta sumbangan dari orang kafir dalam bentuk
harta, kemudian digunakan untuk membangun masjid. Sebagaimana juga
dibolehkan menerima pemberian orang kafir tanpa melalui permintaan.
Terlebih jika kalian (kaum muslimin) tidak mampu membangun masjid,
sementara kalian sangat membutuhkannya. Tidak ada kewajiban untuk
mencari tahu sumber harta mereka, apakah dari jalan yang halal ataukah
dari jalur yang haram. Akan tetapi, jika kalian tahu persis bahwa uang
yang diberikan orang kafir itu adalah uang haram, maka tidak boleh
diterima dan tidak boleh digunakan untuk membangun masjid”4.
Minta bantuan dan sumbangan dari orang kafir
Yang di jelaskan di atas adalah mengenai menerima
bantuan dan sumbangan untuk kepentingan umat dari orang kafir, tanpa
didahului meminta. Yaitu ketika orang kafir menawarkan bantuan dan
sumbangannya, dan kaum Muslimin tidak meminta. Adapun kaum Muslimin yang
meminta terlebih dahulu, maka selain dua syarat yang disebutkan, para
ulama juga mensyaratkan hendaknya kaum Muslimin tidak menunjukkan dzull (perendahan
diri) di depan orang kafir dan tidak boleh muncul kecenderungan hati
sehingga mudah dipengaruhi oleh orang kafir. Syaikh Muhammad Shalih Al
Munajjid menyatakan,
فقبول هبات الكفار وتبرعاتهم دون طلب لا بأس
به ويجوز صرف هذا المال في المشاريع الإسلامية ونفقاتها المختلفة . أما
طلب التبرعات من الكفار ففيه بعض المحاذير مثل الذلّ أمامهم وملكهم قلب
الطالب إذا أعطوه . فلو خلا من هذه المحاذير فلا بأس ، فقد كان النبي صلى
الله عليه وسلم يستعين ( دون ذلّ ) في أمور الدعوة – وهو بمكة – ببعض
المشركين كعمه أبي طالب وغيره
“Menerima pemberian orang kuffar dan bantuan mereka, tanpa meminta
terlebih dahulu, itu tidak mengapa. Dan boleh menggunakan harta
pemberian tersebut untuk berbagai keperluan umat Islam. Adapun meminta
bantuan dari orang kafir, di sana terdapat perkara-perkara yang perlu
dijauhi diantaranya bersikap dzull (merendahkan diri) di depan mereka dan timbulnya kecenderungan hati dari peminta sehingga mudah pengaruhi oleh mereka, jika permintaannya diberikan. Jika tidak ada perkara-perkara yang terlarang ini, maka tidak mengapa. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
dahulu pernah meminta bantuan (tanpa merendahkan diri) kepada sebagian
kaum Musyrikin di Mekkah dalam urusan dakwah, semisal kepada paman
beliau Abu Thalib dan yang selainnya” 5.
Kesimpulan
Maka, jika kaum muslimin mampu membangun masjid atau
sekolah/pesantren, sebaiknya tidak menerima sumbangan dari non-muslim
karena memang tidak butuh dan mampu, terlebih di daerah mayoritas muslim
yang tentu umumnya tidak kekurangan harta untuk membangun masjid.
Apalagi memang ada indikasi kuat ada makar politik untuk membahayakan
kaum muslimin. Kita harus berhati-hati karena orang kafir tidak akan
pernah ridha dengan orang Islam
Allah berfirman,
وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)” (An-Nisaa’:89)
Demikian semoga bermanfaat.
@Yogyakarta tercinta, dalam keheningan jaga malam
***
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id
- Al-Furu’ 11/478
- Fatwa Lajnah Daimah 5/255 nomor 20112
- Fatwa Lajnah Daimah 5/256 nomor 21334
- Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 75831
- Fatawa Islam Sual Wal Jawab no.212, https://islamqa.info/ar/212
Tidak ada komentar:
Posting Komentar